Tuesday, June 30, 2009

Semua ini adalah duniawi, membenarkan budaya masakini untuk menggulingkan jemaat

cont of manila manifesto


7. THE INTEGRITY OF THE WITNESSES

Nothing commends the gospel more eloquently than a transformed life, and nothing brings it into disrepute so much as personal inconsistency. We are charged to behave in a manner that is worthy of the gospel of Christ, and even to "adorn" it, enhancing its beauty by holy lives. For the watching world rightly seeks evidence to substantiate the claims which Christ's disciples make for him. A strong evidence is our integrity.


7. INTEGRITI SAKSI-SAKI

Tiada yang mampu menyokong Injil sebaik daripada suatu hidup yang telah ditransformasikan, dan tiada yang memberikan nama buruk kepadanya daripada hidup pribadi yang tidak konsisten. Kami diperintahkan untuk berkelakuan dalam cara yang layak demi Injil Kristus, bahkan mendandannya, menyerlahkan keindahan dengan kehidupan yang suci. Kerana dunia yang sedang memperhatikan sewajarnya mencari bukti untuk memperkukuhkan tuntutan-tuntutan yang murid-murid Kristus telah perkatakan tentang Dia. Suatu bukti yang kukuh adalah keintegritian kami.


Our proclamation that Christ died to bring us to God appeals to people who are spiritually thirsty, but they will not believe us if we give no evidence of knowing the living God ourselves, or if our public worship lacks reality and relevance.

Proklamasi kami yang Kristus telah mati untuk membawa kami kembali kepada Tuhan sangat menarik kepada mereka yang haus secara rohani, tetapi mereka tidak akan mempercayai kami jikalau kehidupan kami tidak mendemostrasikan bukti bahwa mengenali Tuhan yang hidup telah mengubahkan kami, atau kebaktian umum kami tiada realiti dan tidak relevan.


Our message that Christ reconciles alienated people to each other rings true only if we are seen to love and forgive one another, to serve others in humility, and to reach out beyond our own community in compassionate, costly ministry to the needy.

Khotbah kami bahwa Tuhan Yesus mempersatukan orang-orang yang telah terasing dari satu sama lain, akan lebih senang dipercayai apabila kami diperhatikan mengasihi dan mengampuni satu sama lain, untuk melayani orang lain dengan kerendahan hati, dan menjangkau luar daripada komuniti kami sendiri dalam kasih sejati, dan pelayanan yang menuntut pengorbanan terhadap mereka yang memerlukannya.

Our challenge to others to deny themselves, take up their cross and follow Christ will be plausible only if we ourselves have evidently died to selfish ambition, dishonesty and covetousness, and are living a life of simplicity, contentment and generosity.

Tantangan kami kepada orang lain untuk menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Tuhan Yesus hanya boleh dipercayai jikalau kami sendiri menunjukkan bukti bahwa kami telah mati kepada cita-cita yang mementingkan diri, ketidakjujuran, dan tamak haloba, dan sedang menjalani hidup yang penuh kesederhanaan, kepuasan hati dan murah hati.


We deplore the failures in Christian consistency which we see in both Christians and churches: material greed, professional pride and rivalry, competition in Christian service, jealousy of younger leaders, missionary paternalism, the lack of mutual accountability, the loss of Christian standards of sexuality, and racial, social and sexual discrimination. All this is worldliness, allowing the prevailing culture to subvert the church instead of the church challenging and changing the culture. We are deeply ashamed of the times when, both as individuals and in our Christian communities, we have affirmed Christ in word and denied him in deed. Our inconsistency deprives our witness of credibility. We acknowledge our continuing struggles and failures. But we also determine by God's grace to develop integrity in ourselves and in the church.

(2 Co. 6:3,4; Php. 1:27; Tit. 2:10; Col. 4:5,6; Pr. 11:3; 1 Pe. 3:18; 1 Jn. 1:5,6; 1 Co. 14:25,26; Eph. 2:14-18; Eph. 4:31-5:2; Gal. 5:13; Lk. 10:29-37; Mk. 8:34; Mt. 6:19-21; 31-33; 1 Ti. 6:6-10,17,18; Ac. 5:1-11; Php. 1:15-17; 1 Co. 5:1-13; Jas. 2:1-4; 1 Jn. 2:15-17, Mt. 5:13; Mt. 7:21-23; 1 Jn. 2:4; Eph. 4:1)


Kami amat menyesali kegagalan dalam kekonsistenan Kristian yang kami lihat di dalam orang Kristian maupun di jemaat-jemaat: kerakusan akan kebendaan, keangkuhan dan pertandingan dalam kerjaya, persaingan dalam pelayanan Kristian, kecemburuan pemimpin-pemimpin muda, para misionari yang mengongkong, kurangnya pertanggunganjawab bersama, hilangnya piawai keKristianan dalam hal seksualiti, dan diskriminasi kaum, sosial dan seksual. Semua ini adalah duniawi, membenarkan budaya masakini untuk menggulingkan jemaat, yang sepatutnya jemaatlah yang menegur dan mentransformasikan budaya. Kami merasa amat malu, apabila kami sebagai individu dan dalam komuniti Kristian kami, mengafirmasikan Tuhan Yesus dalam perkataan, tetapi menafiNya dalam perbuatan. Ketidakkonsistenan kami melemahkan dan menghilangkan kesaksian yang boleh dipercayai. Kami mengaku pergumulan dan kegagalan kami yang masih berterusan. Tapi kami juga bernekad dengan kasih karunia Tuhan untuk membina integriti dalam diri kami maupun dalam jemaat.

(2 Kor 6:3,4; Fil 1:27; Tit. 2:10; Kol 4:5,6; Am 11:3; 1 Pet 3:18; 1 Yoh 1:5,6; 1 Kor 14:25,26; Efe 2:14-18; Efe 4:31-5:2; Gal 5:13; Lk. 10:29-37; Mk. 8:34; Mt. 6:19-21; 31-33; 1 Tim 6:6-10,17,18; Kis 5:1-11; Fil 1:15-17; 1 Kor 5:1-13; Yak 2:1-4; 1Yoh 2:15-17, Mt. 5:13; Mt. 7:21-23; 1 Yoh 2:4; Efe 4:1)

Supaya mereka dapat menjangkau generasi mereka untuk Tuhan Yesus

cont of manila manifesto


6. THE HUMAN WITNESS

God the evangelist gives his people the privilege of being his "fellow workers". For, although we cannot witness without him, he normally chooses to witness through us. He calls only some to be evangelists, missionaries or pastors, but he calls his whole church and every member of it to be his witnesses.

6. SAKSI MANUSIA

Tuhan sang penginjil menganugerahkan keistemewaan kepada umatNya untuk menjadi pekerja bersama denganNya. Kerana, walaupun kami tidak mampu bersaksi tanpa Dia, Dia lazimnya memilih untuk bersaksi melalui kami. Dia hanya memanggil sebagian untuk menjadi penginjil, misionari, atau gembala, namun Dia memanggil seluruh jemaatNya dan setiap ahli anggotanya untuk menjadi saksiNya.


The privileged task of pastors and teachers is to lead God's people (laos) into maturity and to equip them for ministry. Pastors are not to monopolize ministries, but rather to multiply them, by encouraging others to use their gifts and by training disciples to make disciples. The domination of the laity by the clergy has been a great evil in the history of the church. It robs both laity and clergy of their God-intended roles, causes clergy breakdowns, weakens the church and hinders the spread of the gospel. More than that, it is fundamentally unbiblical. We therefore, who have for centuries insisted on "the priesthood of all believers" now also insist on the ministry of all believers.

Tanggungjawab istemewa para gembala dan guru-guru Alkitab adalah untuk memimpin umat Tuhan kepada kematangan dan memperlengkapi mereka untuk pelayanan. Para gembala tidak seharusnya memonopoli pelayanan-pelayanan, tetapi seharusnya untuk menggandakannya, dengan menggalakkan orang lain untuk menggunakan karunia-karunia mereka dan dengan melatih murid-murid untuk memuridkan murid-murid. Pendominasian kaum awam oleh golongan pendeta merupakan suatu kejahatan yang besar dalam sejarah gereja. Ia merompak kaum awam maupun para pendeta dari peranan yang Tuhan telah berikan buat mereka, mengakibatkan golongan pendeta kepatahan semangat, melemahkan jemaat, dan menghambat penyebaran Injil. Lebih dari itu, pada dasarnya ia bertentangan dengan ajaran Alkitab. Oleh itu, kami yang telah berabad-abad lamanya menegaskan dengan sungguh-sungguh untuk “pengimaman setiap orang percaya” kini menuntut untuk pelayanan setiap orang percaya.


We gratefully recognize that children and young people enrich the church's worship and outreach by their enthusiasm and faith. We need to train them in discipleship and evangelism, so that they may reach their own generation for Christ.

Kami dengan rasa bersyukur mengaku bahwa anak-anak dan pemuda-pemudi memperkayakan penyembahan jemaat dan penginjilan dengan semangat dan iman mereka. Kami perlu untuk melatih mereka dalam kemuridan dan penginjilan supaya mereka dapat menjangkau generasi mereka untuk Tuhan Yesus.


God created men and women as equal bearers of his image, accepts them equally in Christ and poured out his Spirit on all flesh, sons and daughters alike. In addition, because the Holy Spirit distributes his gifts to women as well as to men, they must be given opportunities to exercise their gifts. We celebrate their distinguished record in the history of missions and are convinced that God calls women to similar roles today. Even though we are not fully agreed what forms their leadership should take, we do agree about the partnership in world evangelization which God intends men and women to enjoy. Suitable training must therefore be made available to both.

Tuhan telah menciptakan pria dan wanita sebagai penanggung yang sama taraf dalam memikul gambar rupaNya, menerima mereka secara saksama dalam Kristus dan mencurahkan Roh KudusNya ke atas semua manusia, anak-anak putra maupun putri, serupa saja. Tambahan pula, kerana Roh Kudus membagikan karunia-karuniaNya kepada wanita maupun pria, mereka harus diberikan kesempatan untuk menggunakan karunia-karunia tersebut. Kami merayakan rekod mulia mereka dalam sejarah misi dan sangat yakin bahwa Tuhan telah memanggil wanita ke peranan yang sama hari ini. Walaupun kami tidak setuju dengan sebulat suara tentang bentuk kepemimpinan yang mereka harus lakukan, kami bersetuju tentang kemitraan dalam penginjilan dunia yang Tuhan niatkan untuk pria dan wanita untuk nikmati. Maka, latihan yang bersesuaian harus diberikan kepada kedua-duanya.


Lay witness takes place, by women and men, not only through the local church (see Section 8), but through friendships, in the home and at work. Even those who are homeless or unemployed share in the calling to be witnesses.

Penginjilan oleh kaum awam dilaksanakan oleh pria dan wanita, bukan hanya melalui jemaat tempatan, tetapi juga melalui persahabatan, di rumah dan di tempat kerja. Mereka yang tiada rumah, hidup bergelandangan atau sedang menganggur juga mempunyai tanggungjawab dalam panggilan untuk menjadi saksi.



Our first responsibility is to witness to those who are already our friends, relatives, neighbors, and colleagues. Home evangelism is also natural, both for married and single people. Not only should a Christian home commend God's standards of marriage, sex and family, and provide a haven of love and peace to people who are hurting, but neighbors who would not enter a church usually feel comfortable in a home, even when the gospel is discussed.

Tanggungjawab kami yang pertama ialah menjadi saksi kepada mereka yang merupakan kawan, saudara-mara, jiran, dan teman sekerja kami. Penginjilan di rumah adalah sesuatu yang alamiah, untuk mereka yang sudah menikah maupun mereka yang sedang membujang. Bukan hanya seharusnya sebuah rumah Kristian menyanjung piawai Tuhan tentang pernikahan, seks, dan keluarga, dan memberikan suatu suasana kasih dan damai kepada mereka-mereka yang dalam kesedihan, tapi juga membuat jiran yang tidak mahu melangkah masuk ke gereja merasa selesa di rumah, walaupun Injil dibincangkan.


Another context for lay witness is the workplace, for it is here most Christians spend half their waking hours, and work is a divine calling. Christians can commend Christ by word of mouth, by their consistent industry, honesty and thoughtfulness, by their concern for justice in the workplace, and especially if others can see from the quality of their daily work that it is done to the glory of God.

Konteks yang lain untuk bersaksi bagi kaum awam ialah di tempat pekerjaan, kerana di situlah kebanyakan orang Kristian menghabiskan separuh dari waktu mereka, pekerjaan adalah suatu panggilan ilahi. Orang Kristian boleh merekomendasikan Kristus dengan percakapan mereka, dengan kerajinan, kejujuran, dan ketimbangrasaan mereka yang konstan, dengan keprihatinan mereka untuk keadilan di tempat pekerjaan, dan khususnya jikalau orang lain dapat melihat kualiti pekerjaan seharian mereka dilakukan demi kemuliaan Tuhan.

We repent of our share in discouraging the ministry of laity, especially of women and young people. We determine in the future to encourage all Christ's followers to take their place, rightfully and naturally, as his witnesses. For true evangelism comes from the overflow of a heart in love with Christ. That is why it belongs to all his people without exception.

(2 Co. 6:1; Ac. 8:26-39; 14:27; Eph. 4:11; Ac. 13:1-3; Ac. 1:8; 8:1,4; Co. 1:28; Eph. 4:11-12; Mt. 28:19; 2 Ti. 2:2; 1 Th. 5:12-15; 1 Co. 12:4-7; Eph. 4:7; Mt. 21:15,16; 1 Ti. 4:12; Ge. 1:26-27; Gal. 3:28; Ac. 2: 17-18; 1 Pe. 4:10; Ro. 16:1-6,12; Php. 4:2,3; Mk. 5, 18-20; Lk. 5:27-32; Ac. 28:30,31; Ac. 10:24,33; 18:7, 8; 24-26;1 Co. 7:17-24; Tit. 2:9,10; Col. 4:1; Col. 3:17,23,24; Ac. 4:20)

Kami bertaubat akan bagian kami dalam menghindari pelayanan kaum awam, khusunya kaum wanita dan anak-anak muda. Kami bernekad pada masa yang akan datang untuk menggalakkan semua pengikut Tuhan Yesus untuk mengambil tempat mereka, yang seharusnya dan semulajadinya, sebagai saksi-saksiNya. Penginjilan yang benar melimpah keluar dari hati yang sedang mengasihi Tuhan Yesus. Sebab itulah ia merupakan milik semua orang tanpa pengecualian

(2 Kor 6:1; Kis 8:26-39; 14:27; Efe 4:11; Kis 13:1-3; Kis 1:8; 8:1,4; Kol 1:28; Efe 4:11-12; Mt. 28:19; 2 Tim 2:2; 1 Tes 5:12-15; 1 Kor 12:4-7; Efe 4:7; Mt. 21:15,16; 1 Tim 4:12; Kej 1:26-27; Gal 3:28; Kis 2: 17-18; 1 Pet 4:10; Rom. 16:1-6,12; Fil 4:2,3; Mk. 5, 18-20; Lk. 5:27-32; Kis 28:30,31; Kis 10:24,33; 18:7, 8; 24-26;1 Kor 7:17-24; Tit 2:9,10; Kol 4:1; Kol 3:17, 23, 24;Kis 4:20)

Monday, June 29, 2009

Hanya dengan senjata-senjata rohani kami dapat memenangi mereka

cont of manila manifesto
translation
welcome yr feedback!


5. GOD THE EVANGELIST

5. Tuhan, Sang Penginjil

The Scriptures declare that God himself is the chief evangelist. For the Spirit of God is the Spirit of truth, love, holiness and power, and evangelism is impossible without him. It is he who anoints the messenger, confirms the word, prepares the hearer, convicts the sinful, enlightens the blind, gives life to the dead, enables us to repent and believe, unites us to the Body of Christ, assures us that we are God's children, leads us into Christlike character and service, and sends us out in our turn to be Christ's witnesses. In all this the Holy Spirit's main preoccupation is to glorify Jesus Christ by showing him to us and forming him in us.

Kitab Suci mendeklarasikan bahwa Tuhan sendiri adalah penginjil terutama. Kerana Roh Kudus adalah Roh kebenaran, kasih, kekudusan, dan kuasa, dan penginjilan adalah mustahil tanpaNya. Dialah yang mengurapi pemberita, menegaskan Firman, mempersiapkan pendengar, meyakinkan yang berdosa, mencelikkan yang buta, memberikan hidup kepada yang mati, membolehkan kami untuk bertaubat dan beriman, menyatukan kami kepada Tubuh Kristus, menjaminkan kami bahwa kami adalah anak-anak Tuhan, menuntun kami menjadi seperti Kristus dalam kepribadian dan pelayananNya, dan mengutus kami keluar mengikut giliran kami sebagai saksi Kristus. Dalam semua ini, pelayanan dan keasyikan utama Roh Kudus ialah memuliakan Tuhan Yesus dengan mewahyukan Dia kepada kami dan membentuk Dia dalam kami.


All evangelism involves spiritual warfare with the principalities and powers of evil, in which only spiritual weapons can prevail, especially the Word and the Spirit, with prayer. We therefore call on all Christian people to be diligent in their prayers both for the renewal of the church and for the evangelization of the world.

Semua penginjilan melibatkan perang rohani dengan pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa iblis, dan hanya dengan senjata-senjata rohani kami dapat memenangi mereka, khususnya Firman Tuhan dan Roh Kudus, bersama dengan doa. Oleh itu, kami memanggil semua orang Kristian bertekun dalam doa mereka untuk pembaruan jemaat maupun untuk penginjilan dunia.


Every true conversion involves a power encounter, in which the superior authority of Jesus Christ is demonstrated. There is no greater miracle than this, in which the believer is set free from the bondage of Satan and sin, fear and futility, darkness and death. Although the miracles of Jesus were special, being signs of his Messiahship and anticipations of his perfect kingdom when all nature will be subject to him, we have no liberty to place limits on the power of the living Creator today. We reject both the skepticism which denies miracles and the presumption which demands them, both the timidity which shrinks from the fullness of the Spirit and the triumphalism which shrinks from the weakness in which Christ's power is made perfect.

Setiap pertaubatan yang benar melibatkan suatu “pertemuan kuasa,” dimana kuasa Tuhan Yesus yang lebih unggul didemostrasikan. Tiada mukzijat yang lebih besar daripada ini, dimana mereka yang percaya dibebaskan dari perhambaan setan dan dosa, ketakutan dan kesia-siaan, kegelapan dan kematian. Meskipun mukzijat-mukzijat Tuhan Yesus adalah istemewa, sebagai tanda-tanda keMesiasianNya dan penjangkaan akan kedatangan kerajaanNya yang sempurna apabila semua alam tunduk kepadaNya, kami tidak berhak masakini untuk membatasi kuasa Pencipta yang hidup. Kami menolak kecurigaan yang menyangkal mukjizat dan keangkuhan yang menuntutnya; ketakutan yang memundur dari kepenuhan Roh Kudus dan kecongkakan-akan-kemenangan yang memundur dari kelemahan dimana kuasa Kristus dijadikan sempurna.

We repent of all self-confident attempts either to evangelize in our own strength or to dictate to the Holy Spirit. We determine in the future not to "grieve" or "quench" the Spirit, but rather to seek to spread the good news "with power, with the Holy Spirit and with deep conviction".

(2 Co. 5:20; Jn. 15:26,27; Lk. 4:18; 1 Co. 2:4; Jn. 16:8-11; 1 Co. 12:3; Eph. 2:5; 1 Co. 12:13; Ro. 8:16; Gal. 5:22,23; Ac. 1:8; Jn. 16:14; Gal. 4:19; Eph. 6:10-12; 2 Co. 10:3-5; Eph. 6:17; Eph. 6:18-20; 2 Th. 3:1; Ac. 26:17,18; 1 Th. 1:9-10; Col. 1:13,14; Jn. 2:11; 20:30,31; Jn. 11:25; 1 Co. 15:20-28; Jer. 32:17; 2 Ti. 1:7; 2 Co. 12:9,10; Jer. 17:5; Eph. 4:30; 1 Th. 5:19; 1 Th. 1:5)

Kami bertaubat dari semua percubaan yang berasal dari keyakinan-diri samada untuk menginjil dalam kekuatan diri sendiri maupun dalam mengarahkan Roh Kudus. Kami bernekad di masa depan tidak akan mendukacitakan atau memadamkan Roh Kudus, tetapi berusaha untuk menyebarkan Injil dengan kekuatan, dengan kekuasaan Roh Kudus dan dengan keyakinan yang kukuh.

(2 Kor 5:20; Yoh 15:26,27; Lk 4:18; 1 Kor 2:4; Yoh 16:8-11; 1Kor 12:3; Efe 2:5; 1 Kor 12:13; Rom 8:16; Gal 5:22,23; Kis 1:8; Yoh 16:14; Gal 4:19; Efe 6:10-12; 2 Kor 10:3-5; Efe 6:17; Efe 6:18-20; 2 Tes 3:1;Kis 26:17,18; 1 Tes 1:9-10; Kol 1:13,14; Yoh 2:11; 20:30,31; Yoh 11:25; 1Kor. 15:20-28; Yer 32:17; 2 Tim 1:7; 2 Kor 12:9,10; Yer. 17:5; Efe 4:30; 1 Tes 5:19; 1 Tes 1:5)

Kami mengutuk korupsi politik, segala bentuk eksploitasi terhadap manusia dan bumi!

cont. fr manila manifesto
tentative translation
welcome yr feedback.




4. THE GOSPEL AND SOCIAL RESPONSIBILITY

The authentic gospel must become visible in the transformed lives of men and women. As we proclaim the love of God we must be involved in loving service, as we preach the Kingdom of God we must be committed to its demands of justice and peace.


4. Injil dan Tanggungjawab Sosial

Injil yang otentik harus diperlihatkan di dalam kehidupan pria dan wanita yang telah ditransformasikan. Sambil kita memberitakan kasih Tuhan, kita harus terlibat dalam pelayanan penuh kasih; sambil kita mengkhotbahkan kerajaan Tuhan, kita harus terikat kepada tuntutannya untuk keadilan dan kedamaian.


Evangelism is primary because our chief concern is with the gospel, that all people may have the opportunity to accept Jesus Christ as Lord and Saviour. Yet Jesus not only proclaimed the Kingdom of God, he also demonstrated its arrival by works of mercy and power. We are called today to a similar integration of words and deeds. In a spirit of humility we are to preach and teach, minister to the sick, feed the hungry, care for prisoners, help the disadvantaged and handicapped, and deliver the oppressed. While we acknowledge the diversity of spiritual gifts, callings and contexts, we also affirm that good news and good works are inseparable.

Penginjilan adalah terpenting kerana perhatian kami yang terutama ialah tentang Injil, supaya semua orang ada kesempatan untuk menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Namun demikian, Tuhan Yesus bukan hanya memberitakan Kerajaan Tuhan, Dia juga mendemostrasikan kedatangannya dengan pekerjaan amal jariah maupun dengan kuasa Roh Kudus. Kini, kami juga dipanggil untuk melakukan yang sama mengintegrasikan perkataan dan perbuatan. Dalam kerendahan hati, kami berkhotbah dan mengajar, menjaga yang sakit, memberi makan kepada yang lapar, menjaga banduan, menolong mereka yang kurang berupaya dan cacat, dan membebaskan mereka yang tertindas. Sementara kami mengaku kepelbagaian karunia-karunia, panggilan-panggilan dan konteks-konteks, kami juga mengafirmasikan bahwa Berita Baik dan amal baik tidak dapat dileraikan.


The proclamation of God's kingdom necessarily demands the prophetic denunciation of all that is incompatible with it. Among the evils we deplore are destructive violence, including institutionalized violence, political corruption, all forms of exploitation of people and of the earth, the undermining of the family, abortion on demand, the drug traffic, and the abuse of human rights. In our concern for the poor, we are distressed by the burden of debt in the two-thirds world. We are also outraged by the inhuman conditions in which millions live, who bear God's image as we do.

Dalam kami memproklamasikan Kerajaan Tuhan, ia seharusnya menuntut kami untuk menentang bagaikan seorang nabi segala sesuatu yang tidak bersesuaian dengannya. Antara beberapa kejahatan yang kami mengutuk adalah keganasan yang memusnahkan, termasuk keganasan yang telah diinstitusikan, korupsi politik, segala bentuk eksploitasi terhadap manusia dan bumi, penjejasan keluarga, pengguguran kandungan secara bayaran, pengedaran dadah haram, dan pencabulan hak asasi manusia. Dalam keprihatinan kami terhadap mereka yang miskin, kami terpukul oleh kesedihan dengan beban hutang yang sedang dialami oleh Dua-Pertiga Dunia. Kami juga amat meradang terhadap suasana yang tidak bersesuaian bagi seseorang manusia untuk hidup, yang sedang dialami oleh jutaan manusia, yang juga memiliki gambar rupa Tuhan sebagaimana kami juga.


Our continuing commitment to social action is not a confusion of the kingdom of God with a Christianized society. It is, rather, a recognition that the biblical gospel has inescapable social implications. True mission should always be incarnational. It necessitates entering humbly into other people's worlds, identifying with their social reality, their sorrow and suffering, and their struggles for justice against oppressive powers. This cannot be done without personal sacrifices.

Komitmen kami yang berterusan kepada tindakan sosial bukanlah suatu kekeliruan terhadap kerajaan Tuhan dengan suatu masyarakat yang telah diKristiankan. Ia adalah, lebih tepat, suatu kesedaran bahwa Injil Alkitabiah memiliki implikasi sosial yang tidak mungkin dielakkan. Misi yang sejati seharusnya senantiasa inkarnasional. Ia memerlukan kami dengan rendah hati untuk memasuki ke dalam dunia orang lain, mengidentifikasi dengan hakikat sosial mereka, keperitan dan penderitaan serta pergumulan mereka untuk keadilan dari kuasa-kuasa yang menindas mereka. Dan ini tidak mampu dilakukan tanpa pengorbanan pribadi.


We repent that the narrowness of our concerns and vision has often kept us from proclaiming the lordship of Jesus Christ over all of life, private and public, local and global. We determine to obey his command to "seek first the kingdom of God and his righteousness".

(1 Th. 1:6-10; 1 Jn. 3:17; Ro. 14:17; Ro. 10:14; Mt. 12:28; 1 Jn. 3:18; Mt. 25:34-46; Ac. 6:1-4; Ro. 12:4-8; Mt. 5:16, Jer. 22:1-5; 11-17; 23:5-6; Am. 1:1-2,8; Is. 59; Lev. 25; Job 24:1-12; Eph. 2:8-10; Jn. 17:18; 20:21; Php. 2:5-8; Ac. 10:36; Mt. 6:33)


Kami bertaubat dari keprihatinan dan visi kami yang sempit, yang selalu menghindari kami untuk memberitakan ketuhanan Yesus Kristus ke atas keseluruhan hidup, pribadi maupun publik, lokal maupun global. Kami bernekad untuk mematuhi perintahNya untuk “mencari dahulu kerajaan Tuhan dan kebenaranNya.”

(1 Tes 1:6-10; 1Yoh 3:17; Rom 14:17; Rom 10:14; Mt. 12:28; 1 Yoh 3:18; Mt. 25:34-46; Kis 6:1-4; Rom 12:4-8; Mt. 5:16, Yer. 22:1-5; 11-17; 23:5-6; Amos 1:1-2,8; Yes 59; Ima 25;Ayub 24:1-12; Efe 2:8-10; Yoh 17:18; 20:21; Fil 2:5-8; Kis 10:36; Mt. 6:33)

Sunday, June 28, 2009

Saya tidak akan mengutamakan apa pun lebih daripada Allah?

Dua belas Ujian untuk Abraham


Iman Abraham diuji sekurang-kurangnya dua belas kali secara khusus.

Beberapa di antaranya bukanlah apa yang mungkin kita sebut ujian-ujian yang sulit, namun semuanya telah membangun sebuah gambaran tentang Abraham selaku seorang pribadi yang beriman tulus.

Sesudah ujian terakhir, Tuhan berkata, “Sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku” (Kejadian 22:12).

Setiap ujian Abraham bisa kita terapkan:

(1) Kejadian 12:1-7

Ujian: Abraham meninggalkan Ur dan Haran sesuai petunjuk Allah menuju tempat yang belum diketahui.

Penerapan: Apakah saya mempercayakan masa depan saya ke tangan Allah? Apakah dalam mengambil keputusan saya mengikuti kehendak Allah?

(2) Kejadian 13:8-13

Ujian: Abraham mengusulkan berpisah dengan Lot secara damai dan menetap di dekat pohon-pohon tarbantin di Mamre.

Penerapan: Apakah saya mempercayakan kepentingan-kepentingan saya kepada Allah bahkan ketika tampaknya saya menerima suatu penyelesaian yang tidak adil?

(3) Kejadian 14:13-18

Ujian: Abraham menyelamatkan Lot dari lima raja.

Penerapan: Apakah kesetiaan saya kepada orang-orang lain menjadi kesaksian tentang kepercayaan saya dalam kesetiaan Allah?

(4) Kejadian 14:17-24

Ujian: Abraham memberikan persepuluhan jarahan kepada raja Salem yang saleh, Melkisedek, dan menolak pemberian raja Sodom.

Penerapan: Apakah saya berhati-hati dalam berurusan dengan orang-orang sehingga saya menghormati Allah selayaknya dan menolak menerima kehormatan yang menjadi milik Allah?

(5) Kejadian 15:1-6

Ujian: Abraham percaya pada janji Allah bahwa ia akan memiliki seorang putera.

Penerapan: Seberapa sering secara sadar saya menegaskan lagi keyakinan saya akan janji-janji Allah?

(6) Kejadian 15:7-11

Ujian: Abraham menerima tanah yang dijanjikan dengan iman, meskipun penggenapannya belum terjadi selama beberapa generasi.

Penerapan: Bagaimana saya tetap mendemonstrasikan kepercayaan saya akan Allah selama waktu-waktu ketika saya diminta menunggu?

(7) Kejadian 17:9-27

Ujian: Sesuai perintah Allah, Abraham menyunatkan setiap laki-laki dalam keluarganya.

Penerapan: Dalam peristiwa-peristiwa apa dalam hidup saya, saya bertindak semata-mata karena taat kepada Allah, dan bukan karena saya mengerti pentingnya apa yang saya lakukan?

(8) Kejadian 18:1-8

Ujian: Abraham menyambut orang-orang asing, yang kemudian menjadi malaikat-malaikat.

Penerapan: Kapan terakhir kalinya saya menyambut tamu dengan baik?

(9) Kejadian 18:22-33

Ujian: Abraham berdoa untuk Sodom.

Penerapan: Apakah saya ingin melihat orang-orang dihukum, atau apakah saya peduli pada orang-orang walaupun mereka berdosa?

(10) Kejadian 20:1-17

Ujian: Abraham mengakui kesalahan dan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaikinya.

Penerapan: Ketika saya berdosa, apakah saya cenderung untuk menutupinya atau mengakuinya? Apakah saya mempraktekkan kebenaran bahwa suatu permintaan maaf kadang-kadang harus disertai dengan ganti rugi?

(11) Kejadian 21:22-34

Ujian: Abraham merundingkan suatu perjanjian dengan Abemelekh mengenai sebuah sumur.

Penerapan: Dapatkah orang-orang memegang perkataan saya dan janji-janji saya?

(12) Kejadian 22:1-12

Ujian: Abraham siap untuk mengorbankan puteranya, Ishak.

Penerapan: Dalam cara-cara apa hidup saya mendemostrasikan bahwa saya tidak akan mengutamakan apa pun lebih daripada Allah?

Sumber tidak dikenal

Why? Why Me? Why Now?

In human history, grief, suffering, loss, disaster, bankruptcy afflicts in human life. The biggest questions “WHY? WHY ME? WHY NOW?” exist deep within the heart and mind of those who went through these. During the holocaust, where 6 millions Jews were exterminated, about 10 – 50 million Chinese died under the rule of Chairman Mao of Communist China and millions died under the reign of Stalin, Poi Pot. Idi Ami, Nicolae Caeusescu, Saddam Hussein and many others in Asian countries like Vietnam, Cambodia etc. Because of unsatisfactory answer, they conclude or hard to believe God is good as what Bible teaches.

Rev Stephen Tong once responded to the problem on one's suffering is to check ourselves first before anything else. Are there any area in our life we need to repent.

We can find good example in the life depicted by Job who was inflicted with various kinds of sufferings. He lost his livestock, his employees were murdered, his 10 children were victim of a wind-storm, his body is covered with painful boils from head to toe. He too must have questioned, “why?” over and over and over again. But the heavens were mute. No explanation, not one reason. His wife couldn’t take it and snapped at Job “Curse God and die!” But Job answered, “You sounded fool, wife. Shall we accept only good things from God and not adversity” (Job 2:9-10).

We may be wondering why we are inflicted with all sorts of problem. Why life treating me harshly? We seems don’t understand why. Well this is life. We don’t have answers to most of life’s problems. Life is complicated.

When Jesus was questioned about the Galileans whose blood Pilate had mingled with their sacrifices (Luke 12:1-5). Pilate had committed massacre by killing worshippers in the Jerusalem temple. Jesus also reminded them of an incident which killed 18 people when the Tower of Siloam suddenly collapsed. Jesus answered them, “Do you think these Galileans were worse sinners than all the other Galileans, because they suffered these things? No, I tell you! But unless you repent, you will all perish as well! Or those eighteen who were killed when the tower in Siloam fell on them, do you think they were worse offenders than all the others who live in Jerusalem? No, I tell you! But unless you repent you will all perish as well!” (vv 2-5). It was not because people were more sinful that they suffered a more horrible death. Bible says the wages of sin is death. Life is full of uncertainty. We live today we can die tomorrow. Thus Jesus reminded 2 times (vv 3 ,5 ) to repent. Without true or genuine repentance, all will end up with death. As we know God had spare the city of Nineveh from judgment in the days of Jonah. John the Baptist preached of repentance. The entire bible message calls people to repentance. Everyone must turn from their sin and toward Christ.

At the end of Job’s chapter, Job repented and confessed before
God “Therefore I abhor myself and repent in dust and ashes. Job did the right thing. Job understood that God was to good to do anything bad, too wise to make a mistake, too deep to explain Himself. God will never allow us to go beyond what we can go though if our sufferings. God is sovereign and rules over all that He will not allow anything to fall on us without His permission. God is the one whom we can trust. Psalm 46:1 states that “God is our refuge and strength, a very present help in trouble.” Instead of getting mad, disappointed at God, we should come to Him alone for He can deliver us from all troubles. The book of James tells us that our faith will be tested. James encourages us to ask God for wisdom when we faced trials. He doesn’t tells us to blame or angry at God.

May we think out of the box “problem”. Instead of looking at the problem and question “why”, let us look at “Who”. “And we know all things will work for good for those who love God, to those who are called according to His purpose.” (Romans 8:28).

KECEWA KEPADA ALLAH

KECEWA KEPADA ALLAH
Pdt. Dr. Stephen Tong

(Artikel ini ditranskrip dari renungan yang disampaikan pada Persekutuan Doa Mahasiswa STRII dan Institut Reformed hari Selasa tanggal 16 Februari 1999 )

Dua hari yang lalu dalam suatu kesempatan yang baik, saya bertemu dengan dua orang saudara saya, Pdt. Dr. Caleb Tong dan Pdt. Dr. Joseph Tong. Saya menjemput mereka di bandara dan waktu di bandara seseorang datang kepada saya dan bertanya, "Pak Stephen ya?" Saya bilang, "Ya". Kami berjabat tangan. "Anda ikut kebaktian di mana?" Saya bertanya padanya dan dia menjawab, "Ya, dulu pernah satu dua kali mendengar khotbah Pak Stephen Tong. Kemudian saya ke gereja-gereja yang lain. Sesudah itu keliling sini, keliling sana, tidak menetap." Lalu saya bertanya, "Sekarang ke gereja mana?" Jawabannya, "Tidak ke gereja." Saya bertanya, "Sekarang tidak ke gereja?" Dia merokok dengan satu tangannya ditaruh di belakang. Asap rokoknya terus mengepul seraya berbicara dan ngomong dengan saya. Saya rasa dia sudah melarikan diri dari Tuhan. Lalu saya bertanya, "Mengapa tidak ke gereja?" Dia menjawab, "Kecewa." "Kecewa dengan siapa?" tanya saya. "Terus terang kecewa kepada Tuhan," setelah mengatakan kalimat itu, dia lalu pergi.

Saya tidak habis-habisnya memikirkan kalimat itu. Berhakkah? Berhakkah manusia yang dicipta kecewa terhadap Sang Penciptanya? Ini yang menjadi pemikiran saya. Who are we? We think we deserve the right to claim we are disappointed by God. Siapakah kita yang berhak mengatakan, "Aku dikecewakan oleh Tuhan. Aku kecewa terhadap Tuhan."

Kalimat ini membuat saya memutar pikiran sepanjang satu hari itu. Teologi apakah ini? Teologi ajaran apakah yang mengajar manusia, sehingga berani mengatakan, "Allah mengecewakan saya." Kalau Allah mengecewakan seseorang, hanya karena beberapa sebab, yaitu: Pertama, Allah berhutang kepada saya dan Dia lupa bayar, maka saya kecewa. Kedua, Allah menipu saya, akhirnya saya dirugikan, maka saya kecewa. Ketiga, Allah berjanji sesuatu, akhirnya Dia tidak melunaskannya, sehingga saya kecewa. Tiga presuposisi ini, semuanya tidak memiliki dasar Alkitab. Allah tidak pernah berhutang kepada manusia. Teologi yang benar mengatakan, manusia berhutang kemuliaan Allah dan tidak bisa membayar sendiri. Yang seharusnya dikatakan adalah kitalah yang mengecewakan Tuhan, bukan Tuhan yang mengecewakan kita. Allah tidak pernah menjanjikan sesuatu yang Dia sendiri tidak melunaskannya, kecuali janji itu adalah semacam tafsiran manusia dan "misleading" (penyesatan) dari orang yang salah mengerti Alkitab. Jadi, Allah tidak berhutang kepada saya, Allah tidak sembarang berjanji kepada saya, Allah tidak mungkin menipu saya.

Jika demikian apakah penyebabnya? Penyebab pertama adalah adanya pengkhotbah-pengkhotbah yang memberikan tafsiran yang salah terhadap ayat-ayat Alkitab. Misalnya, yang percaya kepada Tuhan pasti dapat kekayaan, pasti dapat hidup yang subur, makmur di dalam materi. Yang percaya kepada Tuhan pasti tidak ada mara-bahaya, penyakit, kesulitan, dan kemiskinan. Misalnya lagi, jikalau engkau memberikan persembahan, Tuhan akan mengembalikan sepuluh kali lipat ganda. Apakah saudara pernah mendengar khotbah semacam ini? Hal ini terjadi sejak kira-kira 25 tahun yang lalu, selangkah demi selangkah merambat masuk ke dalam mimbar-mimbar gereja yang tidak bertanggung jawab. Tetapi setiap statement yang tidak benar, bisa juga mendapatkan tunjangan dari Kitab Suci. Jadi ada ayat-ayat yang sepertinya mendukung statement itu, karena dimengerti secara fragmentaris, dan bukan secara totalitas. Karena mengambil ayat sebagian-sebagian lalu mengkhotbahkannya, sangat mungkin terjadi misleading bagi orang lain yang mendengarnya.

Kedua, pengertian yang tidak membandingkan antara satu ayat dengan ayat yang lain, mengakibatkan tidak diperolehnya prinsip total Kitab Suci. Mengambil suatu keputusan melalui bagian-bagian, lalu membuat statement. Hal ini sangat membahayakan. Saudara sebagai pengkhotbah, sebagai pemimpin gereja, sebagai pembawa firman, sebagai pemberita kehendak Tuhan, harus menghindarkan diri dari hal-hal semacam itu.Saya percaya, bukan dia saja, mungkin seluruh Indonesia berani mengatakan, "Aku kecewa terhadap Tuhan." Mungkin sudah puluhan juta orang pernah mempunyai ajaran salah yang menuju pada konklusi bahwa Allah menipu dia, Allah tidak melunaskan janji-Nya, Allah berhutang kepada dia sehingga dia berani mengatakan, "Saya kecewa kepada Tuhan."

Tahun 1965, kalau saya tidak salah ingat, gunung Agung meletus di Bali. Lavanya mengalir begitu cepat, sehingga banyak orang yang tidak sempat mengungsi, mendadak terkena lava. Pada waktu itu saya berada di Bandung, lalu seorang wartawan datang kepada saya, "Pak Stephen, bolehkah saya tunjukkan kira-kira 180 foto yang saya ambil dengan cepat pada waktu orang-orang terkena lava itu?" Saya sedang makan ketika wartawan itu datang dan duduk di samping saya. Waktu saya melihat foto-foto tersebut, rasanya saya ingin muntah. Ada orang yang sedang tidur, lavanya datang dan saat itu juga separuh badannya menjadi tulang, dan separuhnya masih daging. Di tengah-tengah sambungan antara daging dan tempat tulang itu, ada satu garis putih yang besar dan bengkak, seperti kulit babi yang digoreng jadi rambak / krupuk. Bagian yang terkena api panas itu langsung melembung. Satu bagian masih daging biasa, bagian yang lain, matang menjadi seperti rambak. Meskipun saya mau muntah tapi saya dikejar oleh kuriositas, jadi satu per satu foto tersebut saya lihat sambil mau mengeluarkan air mata, sambil mau menangis, sambil mau berteriak, tetapi tidak bisa. Namun ada beberapa foto yang menggugah teologi saya, yaitu lava yang sudah dekat kira-kira tiga meter lagi, dan dalam beberapa detik akan terkena lava, tetapi orang tersebut tidak lari, ia sedang berlutut berdoa kepada dewa. Waktu saya lihat, saya berpikir, "Wah! Ini begitu beda dengan orang Kristen. Mengapa ada orang Kristen pada hari lancar, dia berani berdosa. Sedikit rugi, langsung mencacimaki Tuhan Allah. Mengapa orang kafir waktu mereka menghadapi kecelakaan, mereka tidak memaki-maki dewa mereka. Mereka minta pertolongan dewa, jangan sampai memusnahkan mereka. Mereka mengaku kesalahan, mengaku dosa." Pemikiran ini terus mempengaruhi saya sampai sekarang, sudah lebih dari 30 tahun.

Pemikiran itu adalah, Why?...Why? ... What causes that? What causes it to be like that? Apa salahnya pemberitaan kita? Apa salahnya khotbah kita, sehingga anggota kita selalu merasa dia sepatutnya menerima anugerah Tuhan dan tidak boleh dirugikan apapun oleh Tuhan, kalau tidak, Allah harus dicela, dimaki, dipersalahkan, dan akhirnya dia keluar dari gereja.

Lalu dari situ, pemikiran saya mulai berkembang pada the theology of suffering, the theology of worship, the teology of understanding grace, theology of resistant to the tribulation. Berkembanglah begitu banyak pemikiran saya semenjak melihat 180 foto tersebut. Mengapakah orang-orang Asia dengan sedikit kesulitan, meninggalkan gereja, keluar dari gereja? Mengapa orang Yahudi yang dibantai, dibunuh dengan gas, dihancurkan hidupnya, enam juta setengah jiwa, di dalam holocaust, tetapi mereka tetap menyembah Allah, tetap takut kepada Tuhan dan mereka tidak pernah meninggalkan iman mereka? Jadi, what's wrong? Apa yang salah di dalam pemberitaan kekristenan? Jawaban saya adalah satu kalimat, "Kita lebih suka memberitakan Allah itu kasih adanya, mengobral murah kasih Allah daripada berani mengkhotbahkan Allah itu suci dan adil, Dia akan menghakimi dosa seluruh dunia."

Dari konklusi ini, pemikiran saya berkembang lagi, di manakah hamba-hamba Tuhan yang berani menyatakan tahta kemarahan Tuhan, keadilan Tuhan, kesucian Tuhan, untuk mengingatkan bangsa dan zaman ini? Semakin lama semakin sedikit. Tetapi pendeta yang berusaha memberikan injil palsu supaya gerejanya bertumbuh, supaya lebih banyak orang mendengar khotbahnya dengan kalimat, "Percayalah Tuhan, semua penyakit akan disembuhkan, semua kesulitan diatasi, semua akan diberikan kepada engkau" begitu banyak sekali, bahkan di dalam aliran Pantekosta dan Kharismatik sudah teracun satu pikiran: dengan banyak mujizat yang dilihat, orang akan beriman.

Namun hari ini saya akan menunjukkan dua prinsip. Prinsip pertama, Yohanes Pembaptis tidak pernah melakukan satu mujizat pun, namun banyak orang yang percaya melalui dia. Karena sifat lurus, jujur, berani, dan tidak mau dipengaruhi oleh dosa sehingga dia berkhotbah dengan kuasa luar biasa. Itu catatan Alkitab. Yohanes tidak pernah melakukan satu mujizat pun, teatpi yang percaya karena dia banyak sekali. Kedua, Islam adalah satu agama yang tidak pernah mengembangkan anggota mereka melalui daya tarik mujizat. Tidak pernah hal itu terjadi. Pada zaman filsuf David Hume, one of the greatest scepticist in the history of human philosophy, ia mengatakan bahwa salah satu sebab yang dipakai oleh orang Kristen untuk membuktikan agama Kristen sebagai satu-satunya agama yang sah adalah tidak adanya mujizat pada agama lain, tetapi hanya ada pada agama Kristen dan dimuat di dalam Kitab Suci. Tetapi cara dia melawan kekristenan justru dengan pertanyaan pernahkah mujizat yang dicatat dalam Kitab Suci orang Kristen, terjadi? Itupun belum bisa dibuktikan. Maka memakai bukti bahwa Kristen ada mujizat maka Kristen itu sah, pada hakekatnya tidak pernah mempunyai dukungan bukti. Apakah yang dicatat dalam Kitab Suci sungguh-sungguh pernah terjadi? Jadi dia menjadi scepticist. Itu namanya to destroy from the foundation the seeking of Christian foundation.

Orang Kristen pada zaman itu selalu memakai fondasi-fondasi yang salah yang sebenarnya bukan fondasi untuk membangun iman. Kalau kita membiasakan diri menjadi pemberita, hoki, fat choi, property, kesuksesan sebagai imbalan kalau percaya kepada Tuhan, maka kita akan menciptakan orang-orang yang akhirnya melarikan diri dari kekristenan dengan kalimat, "Aku tidak lagi ke gereja karena aku kecewa kepada Tuhan." Saudara seharusnya mempersiapkan diri menjadi hamba Tuhan yang bertanggung jawab dalam pemberitaan firman, sehingga anggotamu selalu menuntut, "Saya jangan menipu Tuhan, saya jangan berhutang kepada Tuhan, saya harus menepati apa yang saya janjikan kepada Tuhan." Dan bukan berkata, "Tuhan berutang kepada saya, Tuhan menipu saya, apa yang Tuhan janjikan, tidak saya dapatkan, maka saya berhak melawan dan kecewa kepada Dia." Kiranya renungan pendek ini menjadi kekuatan bagi kita untuk menegakkan kembali kebenaran di dalam zaman ini.

Sumber: Majalah MOMENTUM No. 39 - Maret 1999

Ku Mau Cinta Yesus Selamanya

Karya terbesar kisah terindah... Yesusku

Saturday, June 27, 2009

There is only one gospel because there is only one Christ

translating this part now


4. THE GOSPEL AND SOCIAL RESPONSIBILITY

The authentic gospel must become visible in the transformed lives of men and women. As we proclaim the love of God we must be involved in loving service, as we preach the Kingdom of God we must be committed to its demands of justice and peace.
Evangelism is primary because our chief concern is with the gospel, that all people may have the opportunity to accept Jesus Christ as Lord and Saviour. Yet Jesus not only proclaimed the Kingdom of God, he also demonstrated its arrival by works of mercy and power. We are called today to a similar integration of words and deeds. In a spirit of humility we are to preach and teach, minister to the sick, feed the hungry, care for prisoners, help the disadvantaged and handicapped, and deliver the oppressed. While we acknowledge the diversity of spiritual gifts, callings and contexts, we also affirm that good news and good works are inseparable.
The proclamation of God's kingdom necessarily demands the prophetic denunciation of all that is incompatible with it. Among the evils we deplore are destructive violence, including institutionalized violence, political corruption, all forms of exploitation of people and of the earth, the undermining of the family, abortion on demand, the drug traffic, and the abuse of human rights. In our concern for the poor, we are distressed by the burden of debt in the two-thirds world. We are also outraged by the inhuman conditions in which millions live, who bear God's image as we do.

Our continuing commitment to social action is not a confusion of the kingdom of God with a Christianized society. It is, rather, a recognition that the biblical gospel has inescapable social implications. True mission should always be incarnational. It necessitates entering humbly into other people's worlds, identifying with their social reality, their sorrow and suffering, and their struggles for justice against oppressive powers. This cannot be done without personal sacrifices.

We repent that the narrowness of our concerns and vision has often kept us from proclaiming the lordship of Jesus Christ over all of life, private and public, local and global. We determine to obey his command to "seek first the kingdom of God and his righteousness". (1 Th. 1:6-10; 1 Jn. 3:17; Ro. 14:17; Ro. 10:14; Mt. 12:28; 1 Jn. 3:18; Mt. 25:34-46; Ac. 6:1-4; Ro. 12:4-8; Mt. 5:16, Jer. 22:1-5; 11-17; 23:5-6; Am. 1:1-2,8; Is. 59; Lev. 25; Job 24:1-12; Eph. 2:8-10; Jn. 17:18; 20:21; Php. 2:5-8; Ac. 10:36; Mt. 6:33)

B. THE WHOLE CHURCH

The whole gospel has to be proclaimed by the whole church. All the people of God are called to share in the evangelistic task. Yet without the Holy Spirit of God all their endeavors will be fruitless.

5. GOD THE EVANGELIST

The Scriptures declare that God himself is the chief evangelist. For the Spirit of God is the Spirit of truth, love, holiness and power, and evangelism is impossible without him. It is he who anoints the messenger, confirms the word, prepares the hearer, convicts the sinful, enlightens the blind, gives life to the dead, enables us to repent and believe, unites us to the Body of Christ, assures us that we are God's children, leads us into Christlike character and service, and sends us out in our turn to be Christ's witnesses. In all this the Holy Spirit's main preoccupation is to glorify Jesus Christ by showing him to us and forming him in us.

All evangelism involves spiritual warfare with the principalities and powers of evil, in which only spiritual weapons can prevail, especially the Word and the Spirit, with prayer. We therefore call on all Christian people to be diligent in their prayers both for the renewal of the church and for the evangelization of the world.

Every true conversion involves a power encounter, in which the superior authority of Jesus Christ is demonstrated. There is no greater miracle than this, in which the believer is set free from the bondage of Satan and sin, fear and futility, darkness and death.

Although the miracles of Jesus were special, being signs of his Messiahship and anticipations of his perfect kingdom when all nature will be subject to him, we have no liberty to place limits on the power of the living Creator today. We reject both the skepticism which denies miracles and the presumption which demands them, both the timidity which shrinks from the fullness of the Spirit and the triumphalism which shrinks from the weakness in which Christ's power is made perfect.

We repent of all self-confident attempts either to evangelize in our own strength or to dictate to the Holy Spirit. We determine in the future not to "grieve" or "quench" the Spirit, but rather to seek to spread the good news "with power, with the Holy Spirit and with deep conviction". (2 Co. 5:20; Jn. 15:26,27; Lk. 4:18; 1 Co. 2:4; Jn. 16:8-11; 1 Co. 12:3; Eph. 2:5; 1 Co. 12:13; Ro. 8:16; Gal. 5:22,23; Ac. 1:8; Jn. 16:14; Gal. 4:19; Eph. 6:10-12; 2 Co. 10:3-5; Eph. 6:17; Eph. 6:18-20; 2 Th. 3:1; Ac. 26:17,18; 1 Th. 1:9-10; Col. 1:13,14; Jn. 2:11; 20:30,31; Jn. 11:25; 1 Co. 15:20-28; Jer. 32:17; 2 Ti. 1:7; 2 Co. 12:9,10; Jer. 17:5; Eph. 4:30; 1 Th. 5:19; 1 Th. 1:5)

6. THE HUMAN WITNESS

God the evangelist gives his people the privilege of being his "fellow workers". For, although we cannot witness without him, he normally chooses to witness through us. He calls only some to be evangelists, missionaries or pastors, but he calls his whole church and every member of it to be his witnesses.
The privileged task of pastors and teachers is to lead God's people (laos) into maturity and to equip them for ministry. Pastors are not to monopolize ministries, but rather to multiply them, by encouraging others to use their gifts and by training disciples to make disciples. The domination of the laity by the clergy has been a great evil in the history of the church. It robs both laity and clergy of their God-intended roles, causes clergy breakdowns, weakens the church and hinders the spread of the gospel. More than that, it is fundamentally unbiblical. We therefore, who have for centuries insisted on "the priesthood of all believers" now also insist on the ministry of all believers.

We gratefully recognize that children and young people enrich the church's worship and outreach by their enthusiasm and faith. We need to train them in discipleship and evangelism, so that they may reach their own generation for Christ.

God created men and women as equal bearers of his image, accepts them equally in Christ and poured out his Spirit on all flesh, sons and daughters alike. In addition, because the Holy Spirit distributes his gifts to women as well as to men, they must be given opportunities to exercise their gifts. We celebrate their distinguished record in the history of missions and are convinced that God calls women to similar roles today. Even though we are not fully agreed what forms their leadership should take, we do agree about the partnership in world evangelization which God intends men and women to enjoy. Suitable training must therefore be made available to both.

Lay witness takes place, by women and men, not only through the local church (see Section 8), but through friendships, in the home and at work. Even those who are homeless or unemployed share in the calling to be witnesses.

Our first responsibility is to witness to those who are already our friends, relatives, neighbors, and colleagues. Home evangelism is also natural, both for married and single people. Not only should a Christian home commend God's standards of marriage, sex and family, and provide a haven of love and peace to people who are hurting, but neighbors who would not enter a church usually feel comfortable in a home, even when the gospel is discussed.

Another context for lay witness is the workplace, for it is here most Christians spend half their waking hours, and work is a divine calling. Christians can commend Christ by word of mouth, by their consistent industry, honesty and thoughtfulness, by their concern for justice in the workplace, and especially if others can see from the quality of their daily work that it is done to the glory of God.

We repent of our share in discouraging the ministry of laity, especially of women and young people. We determine in the future to encourage all Christ's followers to take their place, rightfully and naturally, as his witnesses. For true evangelism comes from the overflow of a heart in love with Christ. That is why it belongs to all his people without exception. (2 Co. 6:1; Ac. 8:26-39; 14:27; Eph. 4:11; Ac. 13:1-3; Ac. 1:8; 8:1,4; Co. 1:28; Eph. 4:11-12; Mt. 28:19; 2 Ti. 2:2; 1 Th. 5:12-15; 1 Co. 12:4-7; Eph. 4:7; Mt. 21:15,16; 1 Ti. 4:12; Ge. 1:26-27; Gal. 3:28; Ac. 2: 17-18; 1 Pe. 4:10; Ro. 16:1-6,12; Php. 4:2,3; Mk. 5, 18-20; Lk. 5:27-32; Ac. 28:30,31; Ac. 10:24,33; 18:7, 8; 24-26;1 Co. 7:17-24; Tit. 2:9,10; Col. 4:1; Col. 3:17,23,24; Ac. 4:20)

7. THE INTEGRITY OF THE WITNESSES

Nothing commends the gospel more eloquently than a transformed life, and nothing brings it into disrepute so much as personal inconsistency. We are charged to behave in a manner that is worthy of the gospel of Christ, and even to "adorn" it, enhancing its beauty by holy lives. For the watching world rightly seeks evidence to substantiate the claims which Christ's disciples make for him. A strong evidence is our integrity.

Our proclamation that Christ died to bring us to God appeals to people who are spiritually thirsty, but they will not believe us if we give no evidence of knowing the living God ourselves, or if our public worship lacks reality and relevance.
Our message that Christ reconciles alienated people to each other rings true only if we are seen to love and forgive one another, to serve others in humility, and to reach out beyond our own community in compassionate, costly ministry to the needy.
Our challenge to others to deny themselves, take up their cross and follow Christ will be plausible only if we ourselves have evidently died to selfish ambition, dishonesty and covetousness, and are living a life of simplicity, contentment and generosity.

We deplore the failures in Christian consistency which we see in both Christians and churches: material greed, professional pride and rivalry, competition in Christian service, jealousy of younger leaders, missionary paternalism, the lack of mutual accountability, the loss of Christian standards of sexuality, and racial, social and sexual discrimination. All this is worldliness, allowing the prevailing culture to subvert the church instead of the church challenging and changing the culture. We are deeply ashamed of the times when, both as individuals and in our Christian communities, we have affirmed Christ in word and denied him in deed. Our inconsistency deprives our witness of credibility. We acknowledge our continuing struggles and failures. But we also determine by God's grace to develop integrity in ourselves and in the church. (2 Co. 6:3,4; Php. 1:27; Tit. 2:10; Col. 4:5,6; Pr. 11:3; 1 Pe. 3:18; 1 Jn. 1:5,6; 1 Co. 14:25,26; Eph. 2:14-18; Eph. 4:31-5:2; Gal. 5:13; Lk. 10:29-37; Mk. 8:34; Mt. 6:19-21; 31-33; 1 Ti. 6:6-10,17,18; Ac. 5:1-11; Php. 1:15-17; 1 Co. 5:1-13; Jas. 2:1-4; 1 Jn. 2:15-17, Mt. 5:13; Mt. 7:21-23; 1 Jn. 2:4; Eph. 4:1)

8. THE LOCAL CHURCH

Every Christian congregation is a local expression of the Body of Christ and has the same responsibilities. It is both "a holy priesthood" to offer God the spiritual sacrifices of worship and "a holy nation" to spread abroad his excellences in witness. The church is thus both a worshipping and a witnessing community gathered and scattered, called and sent. Worship and witness are inseparable.
We believe that the local church bears a primary responsibility for the spread of the gospel. Scripture suggests this in the progression that "our gospel came to you" and then "rang out from you". In this way, the gospel creates the church which spreads the gospel which creates more churches in a continuous chain-reaction. Moreover, what Scripture teaches, strategy confirms. Each local church must evangelize the district in which it is situated, and has the resources to do so.
We recommend every congregation to carry out regular studies not only of its own membership and program but of its local community in all its particularity, in order to develop appropriate strategies for mission. Its members might decide to organize a visitation of their whole area, to penetrate for Christ a particular place where people assemble, to arrange a series of evangelistic meetings, lectures or concerts, to work with the poor to transform a local slum, or plant a new church in a neighboring district or village. At the same time, they must not forget the church's global task. A church which sends out missionaries must not neglect its own locality, and a church which evangelizes its neighborhood must not ignore the rest of the world.

In all this each congregation and denomination should, where possible, work with
others, seeking to turn any spirit of competition into one of cooperation. Churches should also work with para-church organizations, especially in evangelism, discipling and community service, for such agencies are part of the Body of Christ, and have valuable, specialist expertise from which the church can greatly benefit.
The church is intended by God to be a sign of his kingdom, that is, an indication of what human community looks like when it comes under his rule of righteousness and peace. As with individuals, so with churches, the gospel has to be embodied if it is to be communicated effectively. It is through our love for one another that the invisible God reveals himself today, especially when our fellowship is expressed in small groups, and when it transcends the barriers of race, rank, sex and age which divide other communities.

We deeply regret that many of our congregations are inward-looking, organized for maintenance rather than mission, or preoccupied with church-based activities at the expense of witness. We determine to turn our churches inside out, so that they may engage in continuous outreach, until the Lord adds to them daily those who are being saved. (1 Co. 12:27; 1 Pe. 2:5,9; Jn. 17:6,9,11,18; Php. 2:14-16; 1 Th. 1:5,8; Ac. 19:9,10; Col. 1:3-8; Ac. 13:1-3; 14:26-28; Php. 1:27; Lk. 12:32; Ro. 14:17; 1 Th. 1:8-10; 1 Jn. 4:12; Jn. 13:34,35; 17:21,23Gal. 3:28; Col. 3:11; Ac. 2:47)

9. COOPERATING IN EVANGELISM

Evangelism and unity are closely related in the New Testament. Jesus prayed that his people's oneness might reflect his own oneness with the Father, in order that the world might believe in him, and Paul exhorted the Philippians to "contend as one person for the faith of the gospel". In contrast to this biblical vision, we are ashamed of the suspicions and rivalries, the dogmatism over non-essentials, the power-struggles and empire-building which spoil our evangelistic witness. We affirm that co-operation in evangelism is indispensable, first because it is the will of God, but also because the gospel of reconciliation is discredited by our disunity, and because, if the task of world evangelization is ever to be accomplished, we must engage in it together.

"Cooperation" means finding unity in diversity. It involves people of different temperaments, gifts, calling and cultures, national churches and mission agencies, all ages and both sexes working together.

We are determined to put behind us once and for all, as a hangover from the colonial past, the simplistic distinction between First World sending and Two-Third World receiving countries. For the great new fact of our era is the internationalization of missions. Not only are a large majority of all evangelical Christians now non-western, but the number of Two-Thirds World missionaries will soon exceed those from the West. We believe that mission teams, which are diverse in composition but united in heart and mind, constitute a dramatic witness to the grace of God.
Our reference to "the whole church" is not a presumptuous claim that the universal church and the evangelical community are synonymous. For we recognize that there are many churches which are not part of the evangelical movement. Evangelical attitudes to the Roman Catholic and Orthodox Churches differ widely. Some evangelicals are praying, talking, studying Scripture and working with these churches. Others are strongly opposed to any form of dialogue or cooperation with them. All are aware that serious theological differences between us remain. Where appropriate, and so long as biblical truth is not compromised,cooperation may be possible in such areas as Bible translation, the study of contemporary theological and ethical issues, social work and political action. We wish to make it clear, however, that common evangelism demands a common commitment to the biblical gospel.

Some of us are members of churches which belong to the World Council of Churches and believe that a positive yet critical participation in its work is our Christian duty. Others among us have no link with the World Council. All of us urge the World Council of Churches to adopt a consistent biblical understanding of evangelism.
We confess our own share of responsibility for the brokenness of the Body of Christ, which is a major stumbling-block to world evangelization. We determine to go on seeking that unity in truth for which Christ prayed. We are persuaded that the right way forward towards closer cooperation is frank and patient dialogue on the basis of the Bible, with all who share our concerns. To this we gladly commit ourselves. (Jn. 17:20,21; Php. 1:27; Php. 1:15,17; 2:3,4; Ro. 14:1-15:2; Php. 1:3-5; Eph. 2:14-16; 4:1-6; Eph. 4:6,7; Ac. 20:4; Jn. 17:11, 20-23)

C. THE WHOLE WORLD

The whole gospel has been entrusted to the whole church, in order that it may be made known to the whole world. It is necessary, therefore, for us to understand the world into which we are sent. (Mk. 16:15)

10. THE MODERN WORLD

Evangelism takes place in a context, not in a vacuum. The balance between gospel and context must be carefully maintained. We must understand the context in order to address it, but the context must not be allowed to distort the gospel.
In this connection we have become concerned about the impact of "modernity", which is an emerging world culture produced by industrialization with its technology and urbanization with its economic order. These factors combine to create an environment, which significantly shapes the way in which we see our world. In addition, secularism has devastated faith by making God and the supernatural meaningless; urbanization has dehumanized life for many; and the mass media have contributed to the devaluation of truth and authority, by replacing word with image. In combination, these consequences of modernity pervert the message which many preach and undermine their motivation for mission.

In AD 1900 only 9% of the world's population lived in cities; in AD 2000 it is thought that more than 50% will do so. This worldwide move into the cities has been called "the greatest migration in human history"; it constitutes a major challenge to Christian mission. On the one hand, city populations are extremely cosmopolitan, so that the nations come to our doorstep in the city. Can we develop global churches in which the gospel abolishes the barriers of ethnicity? On the other hand, many city dwellers are migrant poor who are also receptive to the gospel. Can the people of God be persuaded to relocate into such urban poor communities, in order to serve the people and share in the transformation of the city?

Modernization brings blessings as well as dangers. By creating links of communication and commerce around the globe, it makes unprecedented openings for the gospel, crossing old frontiers and penetrating closed societies, whether traditional or totalitarian. The Christian media have a powerful influence both in sowing the seed of the gospel and in preparing the soil. The major missionary broadcasters are committed to a gospel witness by radio in every major language by the year AD 2000.
We confess that we have not struggled as we should to understand modernization. We have used its methods and techniques uncritically and so exposed ourselves to worldliness. But we determine in the future to take these challenges and opportunities seriously, to resist the secular pressures of modernity, to relate the lordship of Christ to the whole of modern culture, and thus to engage in mission in the modern world without worldliness in modern mission. (Ac. 13:14-41; 14:14-17; 17:22-31; Ro. 12:1,2)

11. THE CHALLENGE OF AD 2000 AND BEYOND

The world population today is approaching 6 billion. One third of them nominally confess Christ. Of the remaining four billion half have heard of him and the other half have not. In the light of these figures, we evaluate our evangelistic task by considering four categories of people.

First, there is the potential missionary work force, the committed. In this century this category of Christian believers has grown from about 40 million in 1900 to about 500 million today, and at this moment is growing over twice as fast as any other major religious group.

Secondly, there are the uncommitted. They make a Christian profession (they have been baptized, attend church occasionally and even call themselves Christians), but the notion of a personal commitment to Christ is foreign to them. They are found in all churches throughout the world. They urgently need to be re-evangelized. Thirdly, there are the unevangelized. These are people who have a minimal knowledge of the gospel, but have had no valid opportunity to respond to it. They are probably within reach of Christian people if only these will go to the next street, road, village or town to find them.

Fourthly, there are the unreached. These are the two billion who may never have heard of Jesus as Savior, and are not within reach of Christians of their own people. There are, in fact, some 2,000 peoples or nationalities in which there is not yet a vital, indigenous church movement. We find it helpful to think of them as belonging to smaller "people groups" which perceive themselves as having an affinity with each other (e.g. a common culture, language, home or occupation). The most effective messengers to reach them will be those believers who already belong to their culture and know their language. Otherwise, cross-cultural messengers of the gospel will need to go, leaving behind their own culture and sacrificially identifying with the people they long to reach for Christ.
There are now about 12,000 such unreached people groups within the 2,000 larger peoples, so that the task is not impossible. Yet at present only 7% of all missionaries are engaged in this kind of outreach, while the remaining 93% are working in the already evangelized half of the world. If this imbalance is to be redressed, a strategic redeployment of personnel will be necessary.
A distressing factor that affects each of the above categories is that of inaccessibility. Many countries do not grant visas to self-styled missionaries, who have no other qualification or contribution to offer. Such areas are not absolutely inaccessible, however. For our prayers can pass through every curtain, door and barrier. And Christian radio and television, audio and video cassettes, films and literature can also reach the otherwise unreachable. So can so-called ""tent-makers" who like Paul earn their own living. They travel in the course of their profession (e.g. business people, university lecturers, technical specialists and language teachers), and use every opportunity to speak of Jesus Christ. They do not enter a country under false pretenses, for their work genuinely takes them there; it is simply that witness is an essential component of their Christian lifestyle, wherever they may happen to be.

We are deeply ashamed that nearly two millennia have passed since the death and resurrection of Jesus, and still two-thirds of the world's population have not yet acknowledged him. On the other hand, we are amazed at the mounting evidence of God's power even in the most unlikely places of the globe.

Now the year 2000 has become for many a challenging milestone. Can we commit ourselves to evangelize the world during the last decade of this millennium? There is nothing magical about the date, yet should we not do our best to reach this goal? Christ commands us to take the gospel to all peoples. The task is urgent. We are determined to obey him with joy and hope. (Ac. 18:1-4; 20:34; Lk. 24:45-47)


12. DIFFICULT SITUATIONS

Jesus plainly told his followers to expect opposition. "If they persecuted me", he said, "they will persecute you also". He even told them to rejoice over persecution, and reminded them that the condition of fruitfulness was death.

These predictions, that Christian suffering is inevitable and productive, have come true in every age, including our own. There have been many thousands of martyrs. Today the situation is much the same. We earnestly hope that glasnost and perestroika will lead to complete religious freedom in the Soviet Union and other Eastern bloc nations, and that Islamic and Hindu countries will become more open to the gospel. We deplore the recent brutal suppression of China's democratic movement, and we pray that it will not bring further suffering to the Christians. On the whole, however, it seems that ancient religions are becoming less tolerant, expatriates less welcome, and the world less friendly to the gospel.
In this situation we wish to make three statements to governments which are reconsidering their attitude to Christian believers.

First, Christians are loyal citizens, who seek the welfare of their nation. They pray for its leaders, and pay their taxes. Of course, those who have confessed Jesus as Lord cannot also call other authorities Lord, and if commanded to do so, or to do anything which God forbids, must disobey. But they are conscientious citizens. They also contribute to their country's well-being by the stability of their marriages and their homes, their honesty in business, their hard work and their voluntary activity in the service of the handicapped and needy. Just governments have nothing to fear from Christians.

Secondly, Christians renounce unworthy methods of evangelism. Though the nature of our faith requires us to share the gospel with others, our practice is to make an open and honest statement of it, which leaves the hearers entirely free to make up their own minds about it. We wish to be sensitive to those of other faiths, and we reject any approach that seeks to force conversion on them.
Thirdly, Christians earnestly desire freedom of religion for all people, not just freedom for Christianity. In predominantly Christian countries, Christians are at the forefront of those who demand freedom for religious minorities. In predominantly non-Christian countries, therefore, Christians are asking for themselves no more than they demand for others in similar circumstances. The freedom to "profess, practice and propagate" religion, as defined in the Universal Declaration of Human Rights, could and should surely be a reciprocally granted right.
We greatly regret any unworthy witness of which followers of Jesus may have been guilty. We determine to give no unnecessary offence in anything, lest the name of Christ be dishonored. However, the offence of the cross we cannot avoid. For the sake of Christ crucified we pray that we may be ready, by his grace, to suffer and even to die. Martyrdom is a form of witness which Christ has promised especially to honor. (Jn. 15:20; Mt. 5:12; Jn. 12:24; Jer. 29:7; 1 Ti. 2:1,2; Ro. 13:6,7; Ac. 4:19; 5:29; 2 Co. 4:1,2; 2 Co. 6:3; 1 Co. 1:18,23; 2:2; Php. 1:29; Rev. 2:13; 6:9-11; 20:4)

CONCLUSION: PROCLAIM CHRIST UNTIL HE COMES

"Proclaim Christ until he comes". That has been the theme of Lausanne II. Of course we believe that Christ has come; he came when Augustus was Emperor of Rome. But one day, as we know from his promises, he will come again in unimaginable splendor to perfect his kingdom. We are commanded to watch and be ready. Meanwhile, the gap between his two comings is to be filled with the Christian missionary enterprise. We have been told to go to the ends of the earth with the gospel, and we have been promised that the end of the age will come only when we have done so. The two ends (of earth space and time) will coincide. Until then he has pledged to be with us.
So the Christian mission is an urgent task. We do not know how long we have. We certainly have no time to waste. And in order to get on urgently with our responsibility, other qualities will be necessary, especially unity (we must evangelize together) and sacrifice (we must count and accept the cost). Our covenant at Lausanne was "to pray, to plan and to work together for the evangelization of the whole world". Our manifesto at Manila is that the whole church is called to take the whole gospel to the whole world, proclaiming Christ until he comes, with all necessary urgency, unity and sacrifice. (Lk. 2:1-7; Mk. 13:26,27; Mk. 13:32-37; Ac. 1:8; Mt. 24:14; Mt. 28:20)

Keunikan, keharusan-ada, dan keutamaan-pusat Tuhan Yesus?

tentative translation
i welcome feedback to improve the translation.



3. THE UNIQUENESS OF JESUS CHRIST

We are called to proclaim Christ in an increasingly pluralistic world. There is a resurgence of old faiths and a rise of new ones. In the first century too there were "many gods and many lords". Yet the apostles boldly affirmed the uniqueness, indispensability and centrality of Christ. We must do the same.


3. KEUNIKAN TUHAN YESUS KRISTUS


Kami dipanggil untuk mengumumkan Tuhan Yesus Kristus dalam dunia yang semakin kejamakan (pluralistik). Kini ada pembangkitan kembali banyak agama-agama lama dan termunculnya yang baru. Dalam abad yang pertama juga ada banyak ilah-ilah dan banyak tuhan-tuhan. Namun para rasul dengan berani mengafirmasikan keunikan, keharusan-ada, dan keutamaan-pusat Tuhan Yesus. Kami harus juga melakukan yang sama.



Because men and women are made in God's image and see in the creation traces of its Creator, the religions which have arisen do sometimes contain elements of truth and beauty. They are not, however, alternative gospels. Because human beings are sinful, and because "the whole world is under the control of the evil one", even religious people are in need of Christ's redemption. We, therefore, have no warrant for saying that salvation can be found outside Christ or apart from an explicit acceptance of his work through faith.

Kerana pria dan wanita diciptakan menurut gambar rupa Tuhan dan melihat tanda-tanda Pencipta dalam ciptaan, agama-agama yang muncul kekadang mengandungi kebenaran dan kesenian. Namun demikian, mereka bukan injil-injil alternatif. Oleh kerana manusia adalah berdosa, dan kerana “seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat”, maka orang yang beragama juga perlu penebusan yang Tuhan Yesus berikan. Oleh itu, kami tidak berhak untuk menyatakan bahwa keselamatan rohani boleh ditemui di luar dari Tuhan Yesus atau boleh ditebus tanpa menerima secara langsung karyaNya melalui iman.


It is sometimes held that in virtue of God's covenant with Abraham, Jewish people do not need to acknowledge Jesus as their Messiah. We affirm that they need him as much as anyone else, that it would be a form of anti-Semitism, as well as being disloyal to Christ, to depart from the New Testament pattern of taking the gospel to "the Jew first...". We therefore reject the thesis that Jews have their own covenant which renders faith in Jesus unnecessary.


Ada yang memegang kepada pendapat bahwa kerana kovenan Tuhan dengan Abraham, maka orang Yahudi tidak perlu mengaku Tuhan Yesus sebagai Mesias mereka. Kami mengafirmasikan yang mereka memerlukan Dia sebanyak seperti orang lain memerlukanNya, dan ia adalah sejenis sikap anti-Semitik serta ketidaksetiaan terhadap Kristus jikalau kami meninggalkan pola Perjanjian Baru untuk membawa Injil kepada “pertama-tama orang Yahudi …” Oleh itu, kami menolak tesis yang mengatakan orang Yahudi memiliki kovenan mereka sendiri dan kovenan itu membatalkan keperluan untuk beriman dalam Tuhan Yesus.


What unites us is our common convictions about Jesus Christ. We confess him as the eternal Son of God who became fully human while remaining fully divine, who was our substitute on the cross, bearing our sins and dying our death, exchanging his righteousness for our unrighteousness, who rose victorious in a transformed body,
and who will return in glory to judge the world. He alone is the incarnate Son, the Saviour, the Lord and the Judge, and he alone, with the Father and the Spirit, is worthy of worship, faith and obedience of all people. There is only one gospel because there is only one Christ, who because of his death and resurection is himself the only way of salvation. We therefore reject both the relativism which regards all religions and spiritualities as equally valid approaches to God, and the syncretism which tries to mix faith in Christ with other faiths.


Perkara yang menyatukan kami adalah keyakinan bersama kami tentang Tuhan Yesus. Kami mengaku Dia sebagai Putra Tuhan yang kekal, yang menjadi manusia seutuhnya dan tetap dalam kepenuhan keilahianNya, yang menjadi pengganti kami di salib, memikul dosa-dosa kami dan mati demi kematian kami, menggantikan kesalehanNya untuk ketidaksalehan kami, yang bangkit dari kematian dengan penuh kemenangan dalam tubuh yang telah ditransformasikan, dan yang akan kembali dalam kemuliaan untuk menghakim dunia. Dialah satu-satunya Putra Tuhan yang diinkarnasikan, Juruselamat, Tuhan dan Hakim, dan hanya Dia saja, bersama dengan Sang Bapa dan Roh Kudus, adalah layak disembah, dipercayai, dan dipatuhi oleh semua orang. Hanya ada satu Injil kerana hanya ada satu Kristus, yang kerana kematian dan kebangkitanNya adalah dalam DiriNya telah menjadi satu-satunya jalan keselamatan rohani. Oleh itu, kami menolak kedua-dua relativisme yang menganggap semua agama dan kerohanian adalah pendekatan sah yang sama kuasanya kepada Tuhan, maupun sinkretisme yang cuba mencampuradukkan iman dalam Kristus dengan iman-iman yang lain.


Moreover, since God has exalted Jesus to the highest place, in order that everybody should acknowledge him, this also is our desire. Compelled by Christ's love, we must obey Christ's Great Commission and love his lost sheep, but we are especially motivated by "jealousy" for his holy name, and we long to see him receive the honour and glory which are due to him.

Tambahan lagi, oleh kerana Bapa telah mengangkat Tuhan Yesus ke tempat yang termulia supaya semua individu harus mengakuiNya, ini juga adalah kerinduan kami. Dikuasai oleh kasih Kristus, kami mesti patuh Amanat Agung Kristus, dan mengasihi domba-dombaNya yang hilang, namun kami khususnya dimotivasikan oleh “cemburu” akan nama kudusNya, dan kami rindu melihat Dia menerima penghormatan dan kemuliaan, yang seharus diberikan kepadaNya.


In the past we have sometimes been guilty of adopting towards adherents of other faiths attitudes of ignorance, arrogance, disrespect and even hostility. We repent of this. We nevertheless are determined to bear a positive and uncompromising witness to the uniqueness of our Lord, in his life, death and resurrection, in all aspects of our evangelistic work including inter-faith dialogue. (1 Co. 8:5; Ps. 19:1-6; Ro. 1:19,20; Ac. 17:28; 1 Jn. 5:19; Ac. 10:1,2; 11:14,18; 15:8-9; Jn. 14:6; Ge. 12:1-3; 17:1,2; Ro. 3:9; 10:12; Ac. 13:46; Ro. 1:16:; 2:9,10; Ac. 13:38, 39; Jn. 1:1,14,18; Ro. 1:3,4; 1 Pe. 2:24; 1 Co. 15:3; 2 Co. 5:21; 1 Co. 15:1-11; Mt. 25:31,32; Ac. 17:30, 31; Rev. 5:11-14; Ac. 4:12; Php. 2:9-11; 2 Co. 5:14; Mt. 28:19,20; Jn. 10:11,16; 2 Co. 11:2,3, 1 Ti. 2:5-7)

Di waktu yang silam, kami kekadang telah bersalah memiliki sikap kejahilan, keangkuhan, kurang menghormati, dan bahkan bermusuhan terhadap agama-agama lain. Kami bertaubat dari semua ini. Namun kami bernekad untuk terus bersaksi secara positif dan tanpa berkompromi tentang keunikan Tuhan Yesus, dalam hidupNya, kematian dan kebangkitanNya, dalam semua aspek penginjilan kami termasuk dialog antara-iman.

(1 Kor 8:5; Maz 19:1-6; Rom. 1:19, 20; Kis 17:28; 1 Yoh 5:19; Kis 10:1,2; 11:14,18; 15:8-9; Yoh 14:6; Kej 12:1-3; 17:1,2; Rom 3:9; 10:12; Kis 13:46; Rom 1:16:; 2:9,10; Kis 13:38, 39; Yoh 1:1,14,18; Rom 1:3,4; 1 Pet 2:24; 1 Kor 15:3; 2 Kor 5:21; 1 Kor 15:1-11; Mt. 25:31,32; Kis 17:30, 31; Wah 5:11-14; Kis 4:12; Fil 2:9-11; 2 Kor 5:14; Mt. 28:19,20;Yoh 10:11,16; 2 Kor 11:2,3, 1 Tim 2:5-7)

Kami bertaubat dari segala kelalaian dalam melaksanakan kebenaran Tuhan

cont from manila manifesto


2. GOOD NEWS FOR TODAY

We rejoice that the living God did not abandon us to our lostness and despair. In his love he came after us in Jesus Christ to rescue and remake us. So the good news focuses on the historic person of Jesus, who came proclaiming the kingdom of God and living a life of humble service, who died for us, becoming sin and a curse in our place, and whom God vindicated by raising him from the dead. To those who repent and believe in Christ, God grants a share in the new creation. He gives us new life, which includes the forgiveness of our sins and the indwelling, transforming power of his Spirit. He welcomes us into his new community, which consists of people of all races, nations and cultures. And he promises that one day we will enter his new world, in which evil will be abolished, nature will be redeemed, and God will reign forever.
This good news must be boldly proclaimed, wherever possible, in church and in public halls, on radio and television, and in the open air, because it is God's power for salvation and we are under obligation to make it known. In our preaching we must faithfully declare the truth which God has revealed in the Bible and struggle to relate it to our own context.

We also affirm that apologetics, namely "the defence and confirmation of the gospel", is integral to the biblical understanding of mission and essential for effective witness in the modern world. Paul "reasoned" with people out of the Scriptures, with a view to "persuading" them of the truth of the gospel. So must we. In fact, all Christians should be ready to give a reason for the hope that is in them.

We have again been confronted with Luke's emphasis that the gospel is good news for the poor and have asked ourselves what this means to the majority of the world's population who are destitute, suffering or oppressed. We have been reminded that the law, the prophets and the wisdom books, all the teaching and ministry of Jesus, all stress God's concern for the materially poor and our consequent duty to defend and care for them. Scripture also refers to the spiritually poor who look to God alone for mercy. The gospel comes as good news to both. The spiritually poor, who, whatever their economic circumstances, humble themselves before God, receive by faith the free gift of salvation. There is no other way for anybody to enter the Kingdom of God. The materially poor and powerless find in addition a new dignity as God's children, and the love of brothers and sisters who struggle with them for their liberation from everything which demeans or oppresses them.

We repent of any neglect of God's truth in Scripture and determine both to proclaim and to defend it. We also repent where we have been indifferent to the plight of the poor, and where we have shown preference for the rich, and we determine to follow Jesus in preaching good news to all people by both word and deed. (Eph. 22:4, Lk. 15; 19;10; Ac. 8:35; Mk. 1:14, 15; 2 Co. 5:21; Gal. 3:13; Ac. 2:23,24; 2 Co. 5:17; Ac. 2:38,39; Eph. 2:11-19; Rev. 21:1-5; 22:1-5; Eph. 6:19,20; 2 Ti. 4:2; Ro. 1:14-16; Jer. 23:28; Php. 1:7; Ac. 18:4; 19:8-9; 2 Co. 5:11; 1 Pe. 3:15; Lk. 4:18; 6:20; 7:22; Dt. 15:7-11; Am. 2:6,7; Zec. 7:8-10; Pr. 21:13; Zep. 3:12; Mt. 5:3; Mk. 10:15; 1 Jn. 3:1; Ac. 2:44,45; 4:32-35)


2. Berita Baik untuk Hari Ini

Kami bersukacita bahwa Tuhan yang hidup tidak meninggalkan kami kepada kehilangan dan kepatahan hati kami. Dalam kasihNya, Dia datang mencari kami melalui Tuhan Yesus untuk menyelamatkan dan membentuk kembali kami. Maka berita baik berfokus ke pribadi Tuhan Yesus yang historis, yang datang memberitakan kerajaan Tuhan dan menjalani hidup melayani dengan rendah hati, yang telah mati buat kami, menjadi dosa dan suatu kutukan menggantikan kami, dan yang Sang Bapa membenarkan Dia dengan menbangkitkan Dia dari kematian. Kepada mereka yang bertaubat dan beriman dalam Kristus, Tuhan merahmatkan bagian dalam ciptaan baru. Dia memberikan kami hidup baru, yang juga merangkumi pengampunan dosa kami dan hadirat tetap serta kuasa Roh Kudus yang mentransformasikan. Dia mengalu-alukan kemasukan kami ke dalam komunitas baruNya, yang mengandungi orang-orang dari semua suku, bangsa, dan budaya.

Dan Dia menjanjikan bahwa suatu hari nanti kami akan memasuki dunia baruNya, dimana kejahatan akan dilenyapkan, alam semulajadi akan ditebuskan, dan Tuhan akan memerintah selama-lamanya. Berita baik ini harus disampaikan dengan berani, dimana saja mungkin, dalam jemaat dan dewan umum, di radio and TV, dan di khayalak umum, kerana ia adalah kuasa Tuhan untuk menyelamatkan dan kami terhutang untuk memberitahu semua orang. Waktu berkhotbah, kami harus setia untuk menyatakan kebenaran yang Tuhan telah nyatakan dalam Alkitab dan bergumul untuk mengaitkannya dalam konteks kami.

Kami mengafirmasikan bahwa apologetika, yaitu “pembelaan dan penegasan Injil” adalah sebagian inti untuk melengkapi kefahaman Alkitab tentang misi dan sangat diperlukan untuk penginjilan yang berkesan dalam dunia moden hari ini. Rasul Paulus “berbicara dengan bijaksana” dari Alkitab kepada orangramai, dengan tujuan untuk memujuk mereka untuk menerima kebenaran Injil. Kami juga harus sedemikian. Bahkan, setiap orang Kristian harus bersedia untuk memberikan sebab untuk pengharapan yang ada di dalam mereka.

Kami sekali lagi ditantang oleh penekanan Lukas bahwa Injil adalah berita baik untuk mereka yang miskin dan telah bertanya kepada diri sendiri apakah maksud ini kepada majoritas penduduk dunia ini yang miskin papa, menderita, atau tertindas. Kami diperingatkan bahwa Kitab Taurat, Kitab para Nabi, Kitab Sastera, seluruh pengajaran dan pelayanan Tuhan Yesus, semua menekankan keprihatinan Tuhan untuk mereka yang miskin secara fizikal, dan akibat itu tanggungjawab kami untuk memelihara dan mempertahankan mereka. Kitab Suci juga merujuk kepada mereka yang miskin secara rohani dan yang hanya bersandar kepada Tuhan saja untuk belas kasihan. Injil datang sebagai berita baik kepada kedua-duanya. Yang miskin secara rohani, walau apa saja keadaan mereka secara ekonomi, apabila mereka merendahkan diri di hapadan Tuhan akan menerima melalui iman hadiah keselamatan secara gratis. Tidak ada cara lain untuk sesiapa memasuki kerajaan Tuhan. Mereka yang miskin secara kebendaan dan yang langsung tidak berpengaruh, mendapati selain daripada menerima darjat baru sebagai anak-anak Tuhan, mereka juga mengalami kasih dari saudara-saudari yang bergumul bersama dengan mereka demi kebebasan mereka dari segala yang menghina dan menindas mereka.

Kami bertaubat dari segala kelalaian dalam melaksanakan kebenaran Tuhan dalam Kitab Suci dan bernekad melakukan kedua-duanya yaitu umemberita dan mempertahankannya. Kami juga bertaubat dimana kami tidak mengendahkan penderitaan orang-orang miskin, dan dimana kami telah lebih memilih kasih terhadap mereka yang kaya, dan kami bernekad untuk mengikuti Tuhan Yesus dalam menyebarkan berita baik kepada semua orang, baik melalui perkataan maupun perbuatan.

(Efe 22:4, Lk 15; 19;10; Kis 8:35; Mk. 1:14, 15; 2 Kor 5:21; Gal 3:13; Kis 2:23,24; 2 Kor 5:17; Kis 2:38,39; Efe 2:11-19; Wah 21:1-5; 22:1-5; Efe 6:19,20; 2 Ti. 4:2; Rom 1:14-16; Yer 23:28; Fil 1:7; Kis 18:4; 19:8-9; 2 Kor 5:11; 1 Pe. 3:15; Lk. 4:18; 6:20; 7:22; Ul 15:7-11; Amos 2:6,7; Zakh. 7:8-10; Amsal. 21:13; Zef 3:12; Mt. 5:3; Mk. 10:15; 1 Yoh. 3:1;Kis 2:44,45; 4:32-35)

Friday, June 26, 2009

Kami menolak Injil-Injil palsu yang menyangkal kedosaan manusia

sambungan dari manila manifesto.


1. OUR HUMAN PREDICAMENT

We are committed to preaching the whole gospel, that is, the biblical gospel in its fullness. In order to do so, we have to understand why beings need it.
Men and women have an intrinsic dignity and worth, because they were created in God's likeness to know, love and serve him. But now through sin every part of their humanness have been distorted. Human beings have become self-centered, self-serving rebels, who do not love God or their neighbour as they should. In consequence, they are alienated both from their Creator and from the rest of his creation, which is the basic cause of the pain, disorientation and loneliness which so many people suffer today. Sin also frequently erupts in anti-social behavior, in violent exploitation of others, and in a depletion of the earth's resources of which God has made men and women his stewards. Humanity is guilty, without excuse, and on the broad road which leads to destruction. Although God's image in human beings has been corrupted, they are still capable of loving relationships, noble deeds and beautiful art. Yet even the finest human achievement is fatally flawed and cannot possibly fit anybody to enter God's presence. Men and women are also spiritual beings, but spiritual practice and self-help techniques can at the most alleviate felt needs; they cannot address the solemn realities of sin, guilt and judgment. Neither human religion, nor human righteousness, nor sociopolitical programs can save people. Self-salvation of every kind is impossible. Left to themselves, human beings are lost forever.

So we repudiate false gospels which deny human sin, divine judgment, the deity and incarnation of Jesus Christ, and the necessity of the cross and resurrection. We also reject half-gospels, which minimize sin and confuse God's grace with human self-effort. We confess that we ourselves have sometimes trivialized the gospel. But we determine in our evangelism to remember God's radical diagnosis and his equally radical remedy. (Ac. 2:27; Ge. 1:26,27; Ro. 3:9-18; 2 Ti. 3:2-4; Ge. 3:17-24; Ro. 1:29-31; Ge. 1:26, 28; 2:15; Ro. 1:20; 2:1; 3:19; Mt. 7:13; Mt. 5:46; 7:11; 1 Ti. 6:16; Ac. 17:22-31; Ro. 3:20; Eph. 2:1-3; Gal. 1:6-9; 2 Co. 11:2-4; 1 Jn. 2:22, 23; 4:1-3; 1 Co 15:3,4; Jer. 6:14; 8:11)


1. KEADAAN SULIT MANUSIA


Kami berkomitmen untuk mengkhotbahkan seluruh Injil, yaitu, Injil Alkitabiah dalam keseluruhannya. Dalam rangka untuk melakukannya, kami perlu memahami kenapa manusia memerlukannya. Pria dan wanita memiliki martabat dan nilai hakiki (intrinsik), kerana mereka diciptakan menurut gambar rupa Tuhan untuk mengenal, mengasihi, dan melayaniNya. Namun kini, melalui dosa, setiap bagian dari kemanusiaan mereka telah dirosakkan. Manusia telah menjadi individu yang hanya mementingkan diri sendiri, pemberontak yang tidak memperdulikan orang lain, yang tidak mengasihi Tuhan atau jiran mereka sebagaimana mereka sepatut melakukan. Hasilnya, mereka terpisah daripada Pencipta mereka maupun daripada seluruh ciptaan Tuhan yang lain, dan ini mengakibatkan kepedihan, kehilangan arah, kesepian yang sedang diderita oleh ramai orang hari ini. Dosa juga sering meledak dalam perlakuan anti-sosial, dalam eksploitasi yang ganas terhadap orang lain, dan dalam perkosaan sumber alam yang Tuhan telah menjadikan pria dan wanita sebagai pengurusnya. Manusia bersalah, tanpa apa-apa alasan, dan dalam jalan yang lebar menuju ke kebinasaan.

Walaupun gambar rupa Tuhan dalam manusia telah tercemar, mereka masih mampu memiliki perhubungan yang saling mengasihi, melakukan perbuatan-perbuatan amal yang mulia, dan menciptakan seni yang menawan. Namun, dalam kegemilangan pencapaian manusia yang tertinggi, ia masih dalam kecacatan yang membahayakan, dan tidak mungkin berkenan untuk memasuki hadirat Tuhan. Pria dan wanita adalah juga mahluk rohani, namun amalan kerohanian dan teknik-teknik membantu diri paling banyakpun hanya mampu meringankan keperluaan yang dirasai; mereka tidak mampu mengatasi keseriusan hakikat tentang dosa, bersalah, dan penghakiman. Agama manusiawi, kesolehan manusia, rancangan-rancangan sosiopolitik juga tidak mampu menyelamatkan manusia. Segala jenis percubaan demi menyelamatkan diri dari dosa adalah mustahil. Andainya mereka dibiarkan sendirian, manusia akan hilang selama-lamanya.

Maka kami menolak Injil-Injil palsu yang menyangkal kedosaan manusia, penghakiman Ilahi, keilahian dan inkarsi Tuhan Yesus, dan keperluan untuk salib dan kebangkitan. Kami juga menolak separuh-injil, yang memperkecilkan dosa dan mencampuradukkan kasih karunia Tuhan dengan usaha-diri manusia. Kami mengaku bahwa kami kadang-kadang telah meremehkan Injil. Namun kini kami bernekad dalam penginjilan kami untuk mengingati diagnosa Tuhan yang radikal maupun penawarNya yang juga sama radikal.

(Kis 2:27; Kej 1:26,27; Rom 3:9-18; 2 Tim 3:2-4; Kej 3:17-24; Rom 1:29-31; Kej 1:26, 28; 2:15; Rom 1:20; 2:1; 3:19; Mt 7:13; Mt 5:46; 7:11; 1 Tim 6:16; Kis 17:22-31; Rom 3:20; Efe. 2:1-3; Gal 1:6-9; 2 Kor 11:2-4; 1 Yoh. 2:22, 23; 4:1-3; 1 Kor 15:3,4; Yer 6:14; 8:11)
Kesukaan Akan Firman
Pdt. JE Awondatu
10 Dec 2006.


Selamat pagi selamat berbakti di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Pada hari Selasa tgl 12 Desember 2006, saudara akan merayakan Natal Bersama, yang bersifat KKR, mencari jiwa di Gedung Dhanapala. Sebelum kita masuk di dalam perayaan Natal, kita ingin merenungkan firman Tuhan di dalam Mazmur pasal 1 kita akan membaca ayat ke 1 sampai 3 ;


Psa 1:1 Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
Psa 1:2 tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
Psa 1:3 Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.



Di dalam ayat-ayat ini, ayat Mazmur terdiri dari seratus lima puluh pasal, adalah buku yang terpanjang di dalam Alkitab. Dia memulai ayat dengan kata, berbahagialah. Kata berbahagialah orang, atau blessed is the man, datang dari kata ashar atau esher, yaitu seorang yang diberkati oleh Tuhan.

Jadi kalau saudara ingin diberkati oleh Tuhan, kerjakanlah firman Tuhan ini, yang tidak berjalan menurut orang fasik. Sebab jaman dahulu banyak orang Israel suka dengar cerita orang fasik. Suka dengar nasehat orang dunia. Sama seperti orang Kristen jaman sekarang, suka dengar nasehat dari orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan kekristenan. Masih suka melihat dengan ahli-ahli nujum dan sebagainya.

Dan yang tidak berdiri di jalan orang berdosa. Katanya umat Tuhan, tetapi masih suka berdiri, masih suka bersama dengan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh.
Nah, yang saya ingin kita renungkan adalah ayat ke 2. Pada pagi hari ini kita ingin memfokuskan diri pada ayat ke 2, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan. Kata kesukaan dalam bahasa Inggris itu disebut delight. Yang bisa menyenangkan hatinya itu adalah Taurat Tuhan.

Dalam bahasa Ibrani dipakai kata heksow (?), dan heksow berarti yang kehendaknya. Dia punya kehendak, dia punya kemauan, dia punya kerinduan dan motif di dalam hatinya, hanyalah firman Allah.
Bayangkan oleh saudara, dalam ayat ke 2 itu, yang kesukaannya adalah Taurat. Jaman dulu Alkitab belum ada. Yang ada Kitab Taurat terdiri dari hanya lima buku, Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan.

Buku ini saja kalau direnungkan katanya, kalau menjadi kecintaan dari orang-orang Yahudi jaman dulu, orang itu akan berbahagia. Bandingkan dengan sekarang, kita sudah mempunyai enam puluh satu buku lebih banyak. Jadi kita mempunyai enam puluh enam buku. Lebih banyak yang harus kita renungkan. Lebih banyak yang harus kita pikirkan dan pertimbangkan.
Saudara, saya berani berkata, sampai kita mati kita tidak bisa mengerti firman Allah sepenuh-penuhnya. Itu sebabnya kita harus merenungkan. Kita harus menyenangi. Firman Tuhan itu harus menjadi kita punya delight, kita punya hobby, kita punya kesenangan. Sama seperti saudara pergi kesuatu tempat, hobby menanam, hobby memelihara ikan, sama seperti itu bahkan lebih, kita harus harus menyenangi firman Tuhan. Amin ?

Nah, saya tanya kepada saudara, seberapa banyak saudara cinta kepada firman Allah? Berapa kesukaan saudara, kecenderungan saudara, kemauan saudara, kehendak saudara terhadap firman Allah?
Maka ayat berikutnya dikatakan, yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Bayangkan malam itu saudara, tidak ada lampu seperti sekarang. Orang jaman dulu saudara, membaca firman waktu siang. Waktu malam, dia merenungkan. Dia menggumamkan firman yang dia baca. Jadi orang jaman dulu kalau baca firman itu, terdengar suaranya. Saya waktu kelas satu kelas dua SD, guru saya orang Katolik, dia bilang ; "Kalau kamu mau masuk pelajaran, hafalkan pelajaran dengan keras. Supaya telingamu dengar. Nanti itu pelajarannya masuk." Jadi, mereka membaca firman pada waktu siang, merenungkannya pada waktu malam.
Pada waktu semuanya senang, siang...semuanya berbahagia, semuanya indah, mereka bermazmur, mereka bernyanyi mereka mengingat janji-janji dari Tuhan. Hanya lima buku. Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, hanya lima buku. Dia renungkan bolak-balik, dia renungkan dan Tuhan bilang, engkau akan berbahagia, engkau akan senang, engkau akan mempunyai sukacita yang dalam.

Ayo, tadi pagi saudara baca firman apa tidak? Jangan jawab. Saudara punya kecintaan kepada firman itu sangat rendah. Kita mengaku cinta Tuhan, tapi kita tidak cinta firman-Nya. Kalau kita cinta firman-Nya, kita melakukan firman, bagaimana kita melakukan firman kalau kita tidak membaca ? Kenapa kita tidak membaca? Karena kita tidak mengasihi, kita tidak menyenangi, kita tidak mencintai, kita tidak merindukan firman Tuhan ini. Tidak mengasihi firman Tuhan.

Saya akan bacakan saudara-saudara, apa yang dituliskan Martin Luther tentang ayat ke 2 ini. Martin Luther berkata begini; "Yang kesukaannya di dalam firman, bukan sebagai janji atau ancaman, tetapi karena dia tahu firman Allah itu suci, adil dan baik, tak ada yang bisa menceraikan dia dari firman. Apakah itu kekayaan? Apakah itu kemewahan? Apakah itu kemiskinan? Apakah itu kesukaran yang bisa menghilangkan cinta orang itu kepada firman." Itu Martin Luther yang tulis.

Betapa orang-orang jaman dulu mengasihi firman, mengasihi sabda Tuhan. Yang cinta Tuhan Yesus, simpan sabda-Nya. Tahukah saudara bahwa firman itu awal dari segala sesuatu? Amin? Tidak ada firman, tidak ada yang ada di dalam dunia ini. Kita pegang Mazmur, kita buka dulu Yohanes pasal 1, kita membaca ayatnya yang ke 1 sampai ayatnya yang ke 3;


Joh 1:1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
Joh 1:2 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.
Joh 1:3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.



Jadi apapun di dalam dunia ini, kekayaan, kemewahan, keterkenalan, damai sejahtera apapun juga jasmani dan rohani, itu jadi oleh firman Tuhan. Nah anehnya umat Tuhan tahu bahwa segala berkat datang dari firman, tapi dia tidak cinta kepada firman.
Aneh kan? Dia tahu hanya di otak. Bahwa firman adalah awal segala sesuatu. Segala sesuatu dijadikan oleh firman. Firman itu seluruhnya enam puluh enam buku, firman. Orang Yahudi cuma lima buku saja. Jadi dibilang, kamu bahagia. Kamu bisa merenungkan firman itu siang dan malam.

Kita tahu bahwa segala sesuatu dijadikan oleh firman, kita awali hidup kita, begitu buka mata untuk bekerja, kita buka firman. Kita membaca firman, karena kita tahu, firman itu menciptakan, firman itu membuat sesuatu, firman itu akan mengadakan berkat, tidak mungkin dia mengadakan laknat. Firman itu mengadakan sesuatu yang baik.

Lalu setelah kita baca, kita renungkan. Kita gumamkan, aku tidak mau jalan sama orang berdosa, aku tidak mau duduk, aku tidak mau menurut nasehat mereka. Karena Tuhan bilang, berbahagia kalau aku tidak menurut nasehat mereka, kalau aku tidak berdiri pada orang yang pencemooh, aku tidak duduk dengan orang pencemooh. Aku akan berbahagia, aku senang membaca firman, karena kita tahu firman menciptakan. Tanpa Dia, Dia itu firman, tidak ada segala sesuatu yang dijadikan.

Aduh saudara, orang Kristen itu tidak ngerti, betapa hebatnya "modal" yang dia miliki di dalam hidupnya. Mau sukses, mau keberhasilan, mau sehat, apapun juga diawali dengan firman. Siapa yang kuat di dalam firman, dia kuat di dalam segala bisnis, berkat daripada Tuhan. Tapi siapa yang lemah di dalam firman, dia lemah juga di dalam segala sesuatu.

Ada yang suka berkata, kita awali hidup kita dengan doa. Bagus! Tapi doa yang tidak beralaskan firman, bukan doa. Dia sudah bisa berlutut, dia bisa sembahyang, doa yang dilandaskan pada firman, kita mengingatkan Tuhan akan janji-Nya, walaupun Tuhan tidak perlu diingatkan. Ya Tuhan Engkau berfirman, Engkau berfirman.
Dalam Ibrani pasal 11, kita membaca betapa hebatnya firman itu. Kita membaca ayatnya yang ke 3;


Heb 11:3 Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.



Orang Arab bilang, kun faya kun. Dari tidak ada menjadi ada. Oleh apa? Oleh firman, oleh words, oleh sabda yang dikatakan oleh Tuhan. Dalam kitab Kejadian saudara membaca, berfirmanlah Tuhan, adalah terang, terang jadi. Selama lima hari Dia hanya berkata, ada ini, ada ini, ada langit, Dia hanya berfirman, terjadi!

Kenapa tidak terbuka pikiran kita bahwa, segala sesuatu diciptakan oleh firman? Kenapa kita tidak mencintai firman itu? Kenapa kita tidak mengasihi firman? Kalau kita mengasihi firman, firman akan mengasihi kita, kalau kita memelihara firman, firman akan memelihara kita. Kalau kita mendekatkan diri kepada firman, firman akan mendekatkan diri kepada kita. Kalau kita menjauhkan diri dari firman, firman akan menjauhkan diri dari pada kita.
Iring kita kepada Yesus, tidak bisa kita pakai otak. Tidak bisa! Karena banyak hal yang kita tidak bisa atasi dengan otak. Ada orang kaya bersaksi kepada saya, "Aduh saya baru tahu, bahwa tidak semua kita bisa atasi dengan uang." Ada orang berkata, kalau ada uang beres. Tidak?!
Sekarang saya tahu ada satu orang kaya, dia diberkati, sedang sakit keras. Dokter sudah angkat tangan. Sekarang dia sedang cari, dokter yang bisa tolong dia. Uang jangan bilang, jangan bilang kalau soal uang. Dia kaya sekali. Tapi banyak hal tidak bisa dibeli dengan uang.
Nah saya mau mengajak saudara melihat satu keanehan dari Alkitab, semuanya bicara dari firman. Kita buka Injil Lukas pasal 4 ayat 4;


Luk 4:4 Jawab Yesus kepadanya: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja."



Saya sangat sayangkan ayat ini, tidak lengkap menyalinnya. Saya tidak tahu, kenapa Lembaga Alkitab Indonesia hanya menyalin separuhnya saja. Saya baca dalam bahasa Inggris; And Jesus answered him, saying, "It is written that man shall not live by bread alone, but by every Word of God." Jadi kalau disalin, manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dengan setiap firman Allah. Ada amin ?

Kita tidak bisa hidup hanya dengan roti, baso, yamien, capcay, fuyunghai, dan sebagainya, tidak! Kita hidup harus dari dengan firman Tuhan! Saudara bisa bilang amin? Saudara tidak akan mengerti yang lain, kalau saudara tidak mengerti yang ini. Kita tidak bisa hidup dengan roti saja. Kita hidup dengan setiap firman yang keluar dari mulut Allah.
Nah sekarang kita lihat Lukas 5 ayat 5;


Luk 5:5 Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga."



Ini juga salinannya tidak tepat. Dengar bahasa Inggris, but Simon answered to Him, "Master, we have toiled all the night and caught nothing; nevertheless at Your word karena firman-Mu I will let down the net. Bukan kamu menyuruhnya, tapi karena firman-Mu.

Ini yang menyalin mungkin dia pakai bahasa sehari-hari, jadi hilang artinya. Bukan karena Engkau menyuruhnya, tapi atas firman-Mu saya akan lemparkan jala ini. Semalam-malaman Tuhan, tidak dapat satu. Tetapi karena firman-Mu, saya lemparkan jala juga. Apa yang di dapat? Waduh, dua perahu penuh ikan, hampir tenggelam itu perahu!

Saudara, bisnis ada yang kosong, bisnis nol, bisnis susah? Mulai dengan firman! Awali dengan firman. Taati firman, maka perahu saudara akan diberkati oleh banyak ikan. Ikan bisa bicara jiwa, tapi ikan juga bisa bicara berkat materi. Ada Haleluyah?
Sekarang kita lihat Lukas 7ayat 7;


Luk 7:7 sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.



But say a word, and my servant will be healed. Katakan saja firman, maka pelayanku itu akan sembuh. Ada haleluyah saudara?

Yang pertama, orang tidak hidup karena hanya dengan roti, tetapi oleh karena firman. Yang kedua, kegagalan bisa diatasi dengan firman. Yang ketiga, penyakit, tidak usah Tuhan datang, terlalu merepotkan. Ngomong saja firman, Tuhan, pasti hambaku pasti sembuh.

Luar biasa firman itu kegunaannya. Tapi yang saya sangat sedih, umat Tuhan tidak mengasihi firman, tidak mengasihi sabda Tuhan, tidak menyayangi firman, tidak memeluk firman. Awali hidup saudara dengan firman. Semua susah hari itu akan beres. Awali hidup saudara dengan sabda Tuhan.

Nah, kalau kita kembali lagi kepada Mazmur 1 ayat ke 2, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ketika dia beruntung, siang, dapat keuntungan dapat berkat, kecil atau besar, dia bermazmur bagi Tuhan. Ini orang jaman dulu, orang Yahudi. Dia bernyanyi, menyanyikan mazmur.

Mazmur itu kalimat bahasa atau bacaan yang dinyanyikan. Jadi orang-orang jaman dulu membaca Mazmur itu menyanyikan Mazmur. Kita seringkali mengolok, agama lain kok membaca kitabnya kok begitu? Tapi sebetulnya, orang Yahudipun begitu.
Ada satu gereja, pemimpinnya Gereja Ortodok dari Yogyakarta, pernah mampir di sekolah Alkitab kami, dan dia membaca Yohanes 1 ayat 1, dinyanyikan. Pada awal perta...ma, adalah fi...rman, di kantor, dia baca begitu. Nggak ada yang ketawa kita, mau nangis dengarnya. Karena yang dia katakan itu firman.

Pada waktu merenungkan siang, pada waktu ada keuntungan, ada waktu malam, ada kesulitan kita hidup. Kita hidup ada kesusahan. Ada keluarga yang sakit, ada keluarga yang meninggal, firman itu kita gumamkan. Kita ingat janji-janji Tuhan.
Jadi firman Tuhan ini saudara-saudara, sabda Tuhan, kita harus cintai. Di dalam Kisah Para Rasul pasal 16 ada satu jemaat yang suka menyelidiki firman Allah itu. Kita baca dulu Kisah Para Rasul pasal 16, nanti kita sambung dengan pasal 17. Kisah Para Rasul 16 ayat 19;


Act 16:19 Ketika tuan-tuan perempuan itu melihat, bahwa harapan mereka akan mendapat penghasilan lenyap, mereka menangkap Paulus dan Silas, lalu menyeret mereka ke pasar untuk menghadap penguasa.
Act 16:20 Setelah mereka membawa keduanya menghadap pembesar-pembesar kota itu, berkatalah mereka, katanya: "Orang-orang ini mengacau kota kita ini, karena mereka orang Yahudi,
Act 16:21 dan mereka mengajarkan adat istiadat, yang kita sebagai orang Rum tidak boleh menerimanya atau menurutinya."



Di dalam salinan bahasa Inggris, orang-orang ini memutar balikkan kota, menjungkir balikkan kota dengan perkataannya dengan ajarannya. Firman Allah bisa memutar balikkan kota, saudara. Percaya apa tidak? Paulus, begitu mengajar firman, mereka menuduh mengacaukan kota. Tetapi dalam salinan bahasa Inggris di dalam salinan King James Version, memutar balikkan kota.

Kota yang tertutup bisa diputar balikkan menjadi kota yang diberkati. Bisnis yang rugi bisa diputar balikkan menjadi bisnis yang menguntungkan. Rumah tangga yang tidak bahagia bisa diputar balikkan menjadi rumah tangga yang bahagia. Amin saudara?
Yang sukar diputar balikkan menjadi mudah, yang berat diputar balikkan menjadi ringan, yang tidak ada pekerjaan diputar balikkan oleh firman bisa memiliki pekerjaan. Yang sakit-sakitan diputar balikkan oleh Tuhan menjadi penuh kesehatan kesembuhan.
Ini firman! Obat itu ada di Alkitab! Obat yang hebat itu ada disini, ada dalam firman Allah. Renungkan itu! Baca itu, cintai firman, Dia sanggup memutar balikkan kota, Dia sanggup menjungkir balikkan segala persoalan yang manusia bilang tidak mungkin. Dalam firman Allah mungkin, dalam Sabda Allah mungkin!

Sudah di forecast (ramal) bahwa ada angin ribut taufan, akan menuju ke Korea. Ini kesaksian dari Cho Yonggi beberapa tahun yang lalu. Mereka berdoa. Dan mereka berdoa luar biasa beberapa jam bersama-sama dengan jemaat, ternyata itu taufan dialihkan jadi menuju Jepang. Luar biasa kalau kita percaya kepada firman. Kalau kita yakin kepada Sabda Tuhan. Kalau kita tahu firman Allah itu bisa menjungkir balikkan segala sesuatu.
Nah, di dalam Kisah Para Rasul 17 ayatnya yang ke 11;


Act 17:11 Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.



Orang Yahudi sudah terkenal licik, lihai, likiat. Tapi heran, di baca dalam ayat 11, orang Yahudi di Berea itu hatinya jauh lebih baik dari orang-orang di Tesalonika, karena mereka menerima firman!
Oh... firman itu bisa merobah hati saudara. Ada amin saudara? Firman itu bisa merobah hati kita. Haleluyah Puji Tuhan. Firman bisa merobah hati. Ketika kita menerima firman, kita tidak akan mudah tersinggung, kita tidak akan mudah sakit hati, kita tidak akan ngambek, kita tidak akan unjuk rasa. Kita tidak akan pergi ke Bunderan Hotel Indonesia untuk unjuk rasa, karena kita sudah memiliki firman.

Hati kita dipenuhi baik. Tidak ada sesuatu yang jahat yang timbul, karena cenderungnya hati kita dibimbing dipimpin oleh firman Allah, kata Martin Luther tadi. Kesukaannya ialah firman. Menerima firman Allah dengan segenap hati. Dia mengijinkan firman Allah mengajar dirinya. Kerinduannya kepada firman luar biasa.

Saya suka ajar kepada jemaat saya di Cianjur, sudah pernah saya katakan tapi mungkin ada yang belum pernah dengar, bacalah Amsal Solaiman setiap hari, satu pasal ikut tanggal. Sekarang tanggal 10, baca Amsal 10, satu pasal. Satu bulan selesai! Bagaimana kalau satu bulannya itu ada dua puluh delapan hari? Baca, habiskan sampai pasal tiga puluh satu, mulai lagi bulan depannya pasal 1, baca.

Amsal Solaiman mengajar kita berhubungan satu dengan yang lain dengan manusia. Hati-hati, manusia ada yang malas, ada yang jahat, ada yang menipu, licik, ada yang menghasut, ada yang memperdaya, ada yang merayu, itu ditulis dalam firman dalam Amsal Solaiman. Jadi kita jadi kuat, tidak salah.

Nah malam sebelum tidur, bacalah Mazmur. Satu pasal saja. Maka kalau saudara baca Mazmur pasal 10 nanti sebelum tidur, Amsal bisa saudara habiskan dalam satu bulan, Mazmur saudara bisa habiskan dalam lima bulan.
Mazmur mengajak kita, mengajar kita berhubungan dengan Tuhan, menyembah Tuhan. Bagaimana dalam kesulitan, bagaimana dalam cita-cita, bagaimana kita jangan sampai sombong, supaya Tuhan tidak melupakan kita. Hubungan kita dengan Tuhan. Amsal mengajar kita berhubungan dengan sesama. Jadi ada tanda salib. Mazmur mengajar kita berhubungan dengan Tuhan, Amsal mengajar kita berhubungan dengan sesama.

Kenapa orang itu suka ngambek, unjuk rasa, nggak mau diatur, karena tidak menerima firman, jadi kita juga mesti ngerti. Karena tidak menerima sabda. Kenapa orang suka kirim surat kaleng, kirim sms gelap? Karena dia tidak ada firman di dalam hatinya. Kalau ada firman di dalam hatinya, dia berbuat baik. Hatinya akan menjadi baik. Amin saudara?
Sebagai ayat yang terakhir, kita membuka Filipi pasal 4 ayat 8 dan 9 ;


Phi 4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. (Perhatikan ayat 9)
Phi 4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.



Dia sedang berbicara mengenai firman yang dipelajari. Apa yang telah kamu pelajari? Firman. Apa yang telah kamu terima? Firman. Apa yang telah kamu dengar? Firman. Apa yang telah kamu telah lihat padaku, lakukanlah itu, maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Saudara-saudara ingin damai? Tidak ada damai di hati? Karena saudara tidak menerima, tidak melakukan, tidak mempelajari, tidak belajar. Saya baru dari Bandung berkhotbah di satu gereja, oleh Pendetanya bilang, "Pak Awondatu ini guru saya," katanya. Tapi ada satu jemaat, dia bussinessman, dia punya pabrik. "Pak, saya ingin belajar Alkitab. Apakah ada kursus tertulis?" Ada kerinduan ingin belajar, ada kerinduan ingin memperdalam, ada kerinduan baca. Merindukan lebih dalam firman Tuhan.

Saya tutup dengan satu ilustrasi. Pernah saya cerita kalau tidak salah. Ada satu pelatih snorkelling berkata, "Siapa yang mau belajar snorkelling?" Banyak yang mau belajar, ada sepuluh sampai dua puluh orang. Pelatih snorkelling itu berkata, murid-murid itu terbagi tiga. Yang pertama, "Ya, pak saya mah tidak mau terlalu dalam. Saya di kolam renang aja cukup." Tetapi jangan di kolam renang, tapi di laut. Dilautlah diambil yang semeter dua meter. Jadi dia snorkelling hanya pasir saja, hanya bisa bernafas saja, berenang sama pelatih. Dia nggak mau ke tengah.

Group yang kedua, dia mau ke tengah, mau lebih dalam. Sepuluh meter dua puluh meter, mau berenang. Selam ke bawah, lima meter mau berenang. Tapi di ajak ke dalam, nggak mau.

Group yang terakhir justru yang paling sedikit, dia mau ikut pelatihnya sampai ke bawah, dia berani ikut pelatihnya, baru dia lihat keindahan ikan-ikan laut di bawah, keindahan terumbu karang berwarna-warni, semua dikasih lihat sama pelatihnya.

Orang Kristen juga terbagi tiga. Ada yang cuma pengen dipinggir-pinggir aja. Dipinggir kan banyak ikan kecil-kecil, ada kepiting-kepiting kecil, itu dipinggir laut. Tapi ada juga anak Tuhan yang ingin agak ke tengah. Tapi jarang anak Tuhan yang ingin mendalam dalam firman.

Ini lautan berkat saudara. Saudara hiduplah dengan sabda Tuhan. Begitu bangun saudara baca. Cintai sabda Tuhan lebih dari pada buku cek saudara, cintai sabda Tuhan lebih dari segala apa yang saudara cintai. Nanti Dia akan mengangkat saudara.
Saudara ingin diberkati Tuhan? Boleh saya sambung sedikit? Mazmur ayat ke 3, ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.

Saya minta saudara lihat dua perkataan, menghasilkan dan berhasil. Kata menghasilkan, brings forth. Saudara, anak Tuhan itu bisa menghasilkan anak Tuhan yang lain. Yang terakhir, apa saja yang dibuatnya berhasil, and whatsoever he doeth shall prosper. Prosperity, kemakmuran.

Jadi kalau saudara mau jadi murid Yesus dan murid firman Allah, saudara akan menghasilkan yang rohani, dan apa yang saudara kerjakan berhasil, itu materi.Saudara akan menghasilkan, ada buah-buah roh yang keluar, secara rohani, dan saudara akan bekerja, bisnis saudara akan berhasil, jasmani.
Sekian renungan firman Allah, kita berdiri bersama-sama.